Sebuah riwayat sahabat Nabi Muhammad saw yang patut
disimak dan dicamkan bagi umat Islam, supaya tidak gegabah menjastifikasi
keimanan seseorang. Sebatas mana seseorang itu diakui sebagai orang Islam,
berikut riwayatnya:
Dua tahun sebelum Nabi besar Muhammad saw wafat,
beliau mengirim Usamah bin Zaid sebagai komandan dari suatu pasukan untuk
menghadapi sebagian orang-orang musyrik yang menentang Islam dan menyerang kaum
muslimin. Dalam peristiwa itu merupakan penugasan pertama sebagai Amir atau
Panglima yang dialami oleh Usamah. Dalam tugas ini, Usamah berhasil mencapai
kemenangan dan beritanya telah lebih dulu diterima Nabi Besar Muhammad saw,
menyebabkan beliau gembira dan bahagia. Dan marilah kita ikuti cerita Usamah
yang memaparkan peristiwa itu sebagai berikut:
“Setiba saya dari medan laga, segera saya menghadap
Nabi Muhammad saw dan sementara itu berita kemenangan telah sampai ketelinga
beliau, saya dapati wajahnya berseri-seri …lalu disuruhnya saya mendekat,
kemudian katanya: “Cobalah ceritakan kepadaku..!”
Lalu saya ceritakan kepada beliau… Saya katakan bahwa
tatkala orang-orang itu mengalami kekalahan, saya menemui seorang laki-laki dan
kepadanya saya acungkan tombak. Ia mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH”
maka saya tusuk ia hingga tewas. Wajah Rasulullah saw tiba-tiba berubah, ujar
beliau: “Kenapa kamu lakukan, hai Usamah…! Betapa perlakuanmu terhadap orang
yang telah mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH?”
Rasulullah saw berulang-ulang ucapkan itu kepada saya hingga rasanya saya ingin
mengakhiri semua perbuatan yang telah saya kerjakan, lalu mulai saat itu
menghadapi Islam dengan halaman baru! Maka demi Allah! Tidak..! Setelah
mendengar penyesalan Rasulullah saw kepada saya, saya takkan pernah lagi
membunuh seseorang yang telah mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAAH”!
Inilah dia pelajaran utama yang memberi pengarahan
hidup Usamah, kekasih putra kekasih, semenjak ia mendengarnya dari Rasululllah
saw sampai ia berpisah dari dunia dalam keadaan ridho dan diridhoi.. Sungguh
suatu pelajaran yang dalam. Pelajaran yang mengungkapkan kemanusiaan Rasulullah
saw, keadilan dan keluhuran prinsipnya, ketinggian agama dan akhlaknya. Padahal
laki-laki yang kematiannya disesalkan oleh Nabi ini, dan Usamah mendapat teguran
keras dari beliau saw karena membunuhnya, adalah seorang musyrik pemanggul
senjata. Tatkala ia menyebut “LAA ILAAHA ILLALLAAH”
itu hulu pedang sedang tergenggam ditangan kanannya, sementara pada mata pedang
itu masih berlekatan irisan-irisan daging yang direnggut dari tubuh kaum
muslimin. Kalimat itu diucapkannya ialah agar ia selamat dari pukulan yang
mematikan, atau sebagai siasat agar ia beroleh kesempatan untuk menciptakan
suasana baru, hingga ia dapat melanjutkan peperangan kembali.
Meskipun demikian, karena lidahnya telah bergerak dan
mulutnya telah mengucapkannya, maka karena itu dan pada waktu itu juga darahnya
menjadi suci dan keselamatannya serta nyawanya menjadi terjamin. Tidak peduli
bagaimana niat, isi hati dan tujuannya yang sebenarnya. Pelajaran ini
diperhatikan oleh Usamah sampai titik terakhir.
Nah bila untuk orang yang dalam keadaan seperti
demikian saja, Rasulullah saw melarang untuk membunuhnya hanya karena ia telah
membaca “LAA ILAAHA ILLALLAAH”, bagaimana terhadap orang-orangyang betul-betul
beriman dan betul-betul beragama Islam?
[Rijal Haular Rasul, Khalid Muhammad Khalid,
Terjemah Indonesia oleh Mahyuddin Syaf dkk, Cetakan XIV, Halaman 586-587)
Peringatan Rosulullah SAW dengan
sabdanya:
“Tiada seorang pria (wanita termasuk di dalamnya)
mencaci maki kepada pria lain, dengan ucapan fasik atau kafir, kecuali ucapannya
membalik pada diri pribadinya, apabila tidak sesuai dengan kenyataannya” [H.R
Bukhari]
No comments:
Post a Comment