Friday, 3 August 2012

DOA


Aku menyatakan dengan sesungguhnya bahwa seseorang yang menangis di
hadapan Allah yang Maha Perkasa dengan kerendahan hati yang sangat, maka
tangisnya itu akan menggerakkan Rahmat dan Berkat-Nya ke arah dirinya.
Aku berbicara berdasar pengalaman diriku sendiri bahwa aku telah merasakan
Rahmat dan Berkat Allah s.w.t. dalam bentuk pengabulan doa. Sesungguhnya
aku malah telah melihatnya. Meski para filosof berhati kelam dari zaman ini
tidak bisa merasakan atau melihatnya, hakikat ini tidak akan hilang dari
dunia, dan aku selalu siap memperlihatkan pengabulan doa kapan saja.
(Malfuzat, vol. I, hal. 198).


* * *
Pengabulan doa dan prinsip penafsiran Al-Quran
Reviu atas buku Sir Sayid Ahmad Khan Sahib K.C.S.I.

Wahai tawanan intelekmu sendiri, janganlah berbangga dengan dirimu,
Alam semesta yang indah telah banyak menghasilkan serupamu.

Mereka yang terasing dari Tuhan tak akan pernah hadir di hadirat-Nya,
Rahasia sang Kekasih hanya dibuka bagi mereka yang datang dari surga.

Mencoba sendiri menduga rahasia Al-Quran adalah kebodohan,
Yang mencoba menafsirkan sendiri hanya menghasilkan semata kotoran


Dalam buku kecilnya, Sayid Sahib mengemukakan pandangannya bahwa:
“Pengabulan doa tidak berarti bahwa si pemohon akan selalu mendapat
apa yang dimintanya. Jika ini yang dimaksud dengan pengabulan doa
maka akan muncul dua bentuk kesulitan. Pertama adalah ribuan
permohonan yang diajukan secara tulus dan rendah hati ternyata tidak
dipenuhi, berarti doa mereka tidak dikabulkan, sedangkan Tuhan telah
menjanjikan akan mengabulkan doa manusia. Kesulitan kedua adalah
kenyataan bahwa apa yang akan terjadi atau tidak akan terjadi sudah
ditetapkan oleh takdir. Tidak ada sesuatu yang bisa terjadi bertentangan
dengan takdir. Jika pengabulan doa berarti sebagai pemenuhan
permohonan yang diajukan, maka janji Tuhan yaitu:
‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu’ (S.40 Al-Mumin:61)
tidak berlaku pada permohonan yang tidak ditetapkan takdirnya.
Menurut penafsiran di atas maka janji umum mengenai pengabulan doa
jadinya tidak benar karena hanya permohonan yang sejalan dengan
takdir yang akan dikabulkan, padahal janji pengabulan doa itu bersifat
umum dan tidak tunduk pada pengecualian apa pun. Beberapa ayat lain
mengindikasikan bahwa segala hal yang tidak ditakdirkan tidak akan
dikabulkan, sedangkan ayat-ayat lain mengindikasikan bahwa tidak ada
permohonan doa yang ditolak dan semuanya akan dikabulkan. Ayat yang
menyatakan:
‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu’ (S.40 Al-Mumin:61)
menunjukkan bahwa Tuhan telah berjanji akan mengabulkan semua doa.
Jadi, satu-satunya cara guna menyelesaikan kontradiksi di antara ayatayat
tersebut adalah dengan menafsirkan pengabulan doa sebagai
pengabulan ibadah. Karena itu doa harus ditafsirkan sebagai salah satu
bentuk ibadah, atas mana terdapat janji Tuhan akan diterima jika
dilakukan secara tulus dan penuh hasrat. Pengabulan doa dengan
demikian berarti sebagai perolehan nilai lebih dalam bentuk ibadah.
Dalam hal suatu karunia sudah ditakdirkan dan termasuk yang diminta,
maka pengabulannya bukan karena doa tetapi karena memang sudah
ditakdirkan demikian. Manfaat utama dari doa ialah jika dengan melalui

berdoa, hati manusia diarahkan kepada kebesaran Ilahi dan Kekuasaan-
Nya yang tidak terbatas sehingga fikirannya akan mampu mengatasi
segala ketakutan dan kekhawatiran yang menjadi sumber keresahan,
untuk kemudian merasakan munculnya kesabaran dan keteguhan hati.
Kondisi hati demikian dihasilkan oleh ibadah dan inilah yang dimaksud
dengan pengabulan doa.

Sayid Sahib memperhatikan bahwa orang-orang yang tidak menyadari
realitas doa dan kebijakan yang inheren di dalamnya, mereka ini
berpandangan bahwa jika sesuatu sudah ditakdirkan tidak akan terjadi,
lalu doa jadinya dianggap tidak ada gunanya. Dengan kata lain, apa
yang ditakdirkan akan terjadi dengan sendirinya dan akan mewujud,
terlepas apakah diminta atau tidak melalui doa; jika memang tidak
ditakdirkan maka seribu doa pun tak akan membantu. Karena itu mereka
beranggapan doa itu tidak ada gunanya dan sia-sia adanya. Menjawab
hal ini, Sayid Sahib menyatakan bahwa memohon pertolongan di saat
kesulitan sudah menjadi karakteristik fitrat manusia dan seseorang
berdoa karena fitrat alamiahnya tanpa memikirkan apakah yang
dipohonkan itu akan mewujud ataukah tidak. Karena karakteristik
demikian itu maka manusia diperintahkah berdoa kepada Tuhan untuk
segala hal yang didambakannya.”

Rangkuman dari pandangan Sayid Sahib ini menggambarkan keyakinan yang
bersangkutan bahwa doa tidak bisa menjadi sarana guna mencapai sasaran
seseorang dan juga tidak ada pengaruhnya atas hasil kinerja manusia. Manusia
dianggap tidak perlu berdoa karena apa yang sudah ditakdirkan tidak akan
dapat diubah, sedangkan yang tidak ditakdirkan tidak juga akan dikabulkan.
Ketulusan hati dan ketekunan berdoa dianggap tidak ada manfaatnya. Ia
menganggap doa hanya sebagai bentuk salah satu ibadah saja yang tidak ada
gunanya sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan khusus.
Insha Allah kami akan bisa menunjukkan bahwa Sayid Sahib secara
menyedihkan telah mensalah-artikan ayat-ayat Al-Quran di atas. Sayang sekali
kami terpaksa menyimpulkan bahwa daya nalar Sayid Sahib belum sampai
bisa menggapai tafsir Al-Quran.

Apakah ia saat menulis booklet itu mengabaikan hukum alam yang katanya
selalu ditaatinya karena dianggap merupakan penterjemahan dari bimbingan

Ilahi atas misteri tersembunyi dalam Al-Quran? Apakah Sayid Sahib tidak
menyadari bahwa meskipun tidak ada apa pun, baik atau pun buruk, yang
bebas dari ketentuan takdir, namun alam telah memberikan sarana-sarana
guna mencapai kebaikan atau keburukan dimana efek hakikinya tidak
diragukan oleh seorang yang bijak? Sebagai contoh, walau meyakini adanya
takdir, tetapi tindakan berusaha memperoleh pengobatan ketika sakit apakah
tidak sama dengan upaya berdoa menginginkan sesuatu? Apakah Sayid Sahib
akan mengatakan juga bahwa ilmu kedokteran tidak ada dasarnya dan semua
pengobatan tidak ada artinya? Jika ia berkeyakinan akan hal takdir, tetapi ia
masih mempercayai kalau pengobatan tetap masih ada gunanya, lalu mengapa
ia mengadakan perbedaan di antara kaidah ini dengan kaidah lainnya yang
sejajar? Apakah ia meyakini bahwa Tuhan yang memiliki kekuasaan untuk
membekali fitrat beberapa obat-obatan guna menyembuhkan penyakit dalam
satu dosis atau adanya racun yang seketika bisa memindahkan nyawa manusia
dari dunia ini, lalu Dia juga mengabaikan dan menelantarkan permohonan doa
dari para hamba pilihan-Nya yang diajukan secara tekun dan tulus? Apakah
mungkin terdapat kontradiksi dalam sistem Ilahi sehingga rancangan Ilahi
yang berfungsi bagi kesejahteraan hamba-Nya melalui sarana pengobatan,
ternyata tidak berlaku dalam masalah pengajuan doa?

Tidak demikian halnya. Sayid Sahib rupanya tidak mengenal filosofi hakiki
dari doa dan tidak mempunyai pengalaman pribadi berkaitan dengan
efektivitasnya yang demikian luhur. Keadaan yang bersangkutan mirip dengan
seseorang yang untuk suatu jangka waktu tertentu menggunakan obat-obatan
kadaluarsa yang telah kehilangan segala keampuhannya, lalu menyimpulkan
bahwa secara umum yang namanya pengobatan itu tidak ada gunanya. Sayid
Sahib ini sudah berusia lanjut, namun sistem alamiah yang mengatur bahwa
takdir itu terkait langsung dengan sarana, rupanya belum sampai
dipahaminya. Hal inilah yang menjadikan ia keliru mengambil kesimpulan
dengan menyatakan bahwa segala sesuatu bisa berlaku tanpa intervensi sarana
ruhani dan jasmani yang telah disediakan alam.

Secara umum, tidak ada sesuatu apa pun yang bebas dari takdir. Seseorang
yang mengambil manfaat dari api, udara, air, tanah, gandum, sayuran, hewan
atau pun mineral, melakukannya berdasarkan ketentuan takdir. Hanya
seorang yang bodoh saja yang akan berkata bahwa tanpa bantuan dari sarana
yang diberikan Allah s.w.t. dan tanpa mengikuti jalan yang telah ditetapkan
oleh alam, lalu menyatakan bahwa ada yang bisa diperoleh tanpa mediasi

sarana jasmani atau ruhani. Orang seperti itu sesungguhnya mendustakan
kebijakan Allah yang Maha Agung.

Pengertian dari keseluruhan di atas ini ialah Sayid Sahib menyatakan kalau ia
tidak menganggap doa sebagai salah satu sarana efektif, meski eksistensinya
diakui. Dalam hal ini sebenarnya ia telah melampaui batas. Sebagai contoh,
jika ada orang yang menceritakan kepadanya perihal pengaruh api, ia tidak
akan menyangkalnya. Ia tidak akan menyangkal bahwa seseorang yang
ditakdirkan akan terbakar, lalu bisa terbakar tanpa adanya mediasi api. Karena
itu aku menjadi heran, karena sebagai seorang Muslim ia menyangkal
efektivitas doa yang mampu menerangi kegelapan seperti nyala api dan bahkan
terkadang membakar tangan mereka yang jahil. Apakah ia sedang mengingat
takdir ketika sedang berdoa dan melupakannya ketika disebutkan api atau
yang sejenisnya? Apakah bukan takdir yang sama yang mencakup keduanya?
Sesungguhnya ia tidak menyadari efek dari doa dan tidak mempunyai
pengalaman pribadi berkenaan dengan itu, begitu pula ia tidak beruntung bisa
memiliki kedekatan dengan mereka yang memiliki pengalaman demikian.



Mukjizat berkat doa

Subyek pengabulan doa merupakan cabang atau bagian dari subyek sebuah
doa. Seseorang yang tidak memahami prinsipnya, tentunya akan kesulitan juga
dalam memahami bagian atau cabangnya. Hal inilah yang mendasari kesalahpahaman

Sayid Sahib. Dalam prinsip doa terdapat hubungan ketertarikan
mutualistis di antara seorang hamba yang saleh dengan Tuhan-nya. Fitrat
Pengasih atau Rahmaniyat Ilahi akan menarik seorang hamba kepada dirinya
sendiri. Lalu dengan ketulusannya hamba ini mendekati Allah yang Maha
Kuasa dimana doa dalam perhubungan seperti itu akan mencapai suatu
tingkatan yang memunculkan nilai-nilai yang luar biasa.

Ketika seorang hamba yang sedang dihimpit kesulitan lalu mendekati Tuhannya
dengan keyakinan penuh, harapan, kecintaan yang sempurna, kesetiaan
dan keteguhan hati, ia kemudian menjadi waspada serta membuang jauh-jauh
segala tirai ketidak-acuhan untuk maju ke tahapan memfanakan dirinya
sendiri, maka ia akan melihat hadirat Ilahi dimana Dia tidak mempunyai
serikat. Jiwanya akan bersujud di gerbang itu dan kekuatan daya tarik yang
menjadi fitrat dirinya akan menarik karunia Allah s.w.t. kepada dirinya
tersebut. Lalu Tuhan yang Maha Agung akan memenuhi tujuan dari doa
tersebut serta menebarkan efek doa di atas segala sarana yang dibutuhkan
guna pencapaian tujuan doa. Sebagai contoh, jika yang didoakan adalah

turunnya hujan, maka bentuk pengabulannya adalah dengan terciptanya
sarana alamiah bagi terbentuknya hujan. Kalau yang didoakan adalah
mengenai bencana kelaparan maka Allah s.w.t. akan menciptakan sarana guna
mengatasinya.

Sudah dibuktikan secara nyata kepada mereka yang sering mengalami kashaf
bahwa dalam doa seorang yang sempurna akan tercipta kekuatan untuk
membentuk. Dengan kata lain, dengan perintah Allah s.w.t. doa itu
mempengaruhi dunia bawah dan atas yang menggerakan semua unsur-unsur
dan benda-benda angkasa serta hati manusia ke arah yang diinginkan. Banyak
sekali contoh-contoh mengenai hal ini dalam kitab-kitab suci Allah s.w.t.


Pengaruh doa lebih besar daripada api

Beberapa jenis mukjizat sebenarnya merupakan realisasi pengabulan doa.
Sumber dari ribuan mukjizat yang dimanifestasikan oleh para Nabi-nabi serta
keajaiban yang diperlihatkan para orang suci, sebenarnya adalah doa dimana
melalui efek doa inilah maka kejadian-kejadian ajaib tersebut mewujud
memperlihatkan kekuasaan dari yang Maha Perkasa. Apakah kalian menyadari
apa yang terjadi di padang pasir Arabia dimana ratusan ribu mereka yang mati
telah hidup kembali dalam beberapa hari, mereka yang telah membusuk
selama beberapa generasi kemudian pulih denga rona Ilahi, dimana yang buta
lalu melihat serta lidah mereka yang kelu mulai dialiri wawasan Ilahi. Revolusi
seperti itu tidak pernah sebelumnya terjadi di dunia, tidak ada yang pernah
melihat atau pun mendengar sebelumnya. Semua itu adalah berkat doa yang
dilantunkan di kegelapan malam oleh seorang yang sepenuhnya fana di jalan
Allahs.w.t. Ternyata hasilnya menimbulkan kegemparan di seluruh dunia dan
memanifestasikan berbagai keajaiban yang diperkirakan tidak mungkin
muncul dari seorang buta huruf yang tak berdaya.

‘Ya Allah turunkanlah berkat dan salam atas diri dan pengikutnya
sebanding dengan penderitaan dan kesedihannya demi umat dan
turunkanlah atas dirinya Nur kasih-Mu selama-lamanya’

Aku telah mengalami bahwa dampak daripada doa itu lebih besar dari dampak
api atau air. Bahkan sesungguhnya dalam sistem sarana alamiah, tidak ada
yang lebih besar efeknya dibanding doa.


Sarana ruhani dan jasmani

Kalau ada yang bertanya mengapa ada doa yang tidak dikabulkan dan tidak
nampak efeknya secara nyata, aku akan mengatakan bahwa keadaannya sama
juga dengan pengobatan kedokteran. Apakah yang namanya obat kedokteran

bisa menutup gerbang kematian, apakah tidak mungkin obat ini gagal dalam
pemanfaatannya? Namun meski demikian, apakah lalu orang akan menyangkal
pengaruhnya? Memang benar bahwa yang namanya takdir itu melingkupi
segalanya, namun takdir juga tidak akan mensia-siakan atau mengingkari
pengetahuan, tidak juga menjadikan sarana-sarana menjadi tidak berguna.

Perenungan yang mendalam akan memperlihatkan bahwa sarana jasmani dan
sarana ruhani tidak berada di luar takdir. Sebagai contoh, jika nasib seorang
pasien nyatanya bagus, maka sarana guna memperoleh pengobatan yang tepat
akan menjadi tersedia dan tubuhnya akan memanfaatkan sarana tersebut.
Dalam keadaan demikian maka pengobatan menjadi amat efektif. Hal yang
sama juga berlaku dalam berdoa. Semua sarana dan kondisi bagi pengabulan
doa akan muncul saat rancangan Ilahi mengarah kepada pengabulan. Allah
yang Maha Agung telah mempertautkan sistem phisikal dan spiritual dalam
urutan rantai kausa dan efek yang sama.

Adalah suatu kesalahan besar di pihak Sayid Sahib bahwa ia mengakui
keberadaan sistem phisikal tetapi mengingkari sistem spiritual. Rasanya juga
perlu ditambahkan di sini bahwa jika Sayid Sahib tidak bertobat atas
pandangannya yang salah dan ia meminta bukti dari pengabulan doa, maka
aku ini sudah ditugaskan Tuhan untuk mengusir kesalah-pahaman demikian.
Aku berjanji bahwa aku akan memberitahukan di muka kepada yang
bersangkutan mengenai pengabulan doa-doaku dan akan menerbitkannya
berupa cetakan, dengan syarat Sayid Sahib berjanji merubah pandangannya
setelah menyaksikan hasil pernyataanku.


Haruskah semua doa dikabulkan?

Sayid Sahib menyatakan bahwa dalam Al-Quran diungkapkan kalau Tuhan
telah menjanjikan pengabulan semua doa, sedangkan kenyataannya ada juga
doa yang tidak dikabulkan. Hal ini merupakan kesalah-pahaman yang
bersangkutan atas ayat:
‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu’ (S.40 Al-
Mumin:61).
Doa yang dimaksud dalam ayat ini sebagai perintah bukanlah doa biasa, tetapi
ibadah yang telah menjadi kewajiban. Tidak semua doa merupakan kewajiban.
Di beberapa tempat, Allah yang Maha Luhur memuji mereka yang berhati

teguh dimana pada saat ada cobaan, mereka ini berserah diri sepenuhnya
kepada Allah s.w.t. Dalam ayat tersebut, doa bukan saja diperintahkan tetapi
selanjutnya juga dijelaskan bahwa doa itu sebagai ibadah yang jika tidak
dilaksanakan akan menghadapi hukuman siksa neraka. Jelas pada kasus doa
lainnya, peringatan ini tidak ditambahkan. Bahkan dalam beberapa kejadian,
para Nabi ditegur berkaitan dengan doa mereka. Ayat yang menyatakan:
‘Aku nasihatkan kepada engkau supaya engkau jangan termasuk orangorang
yang jahil’ (S.11 Hud:47)
adalah sebuah contoh. Ayat ini menunjukkan jika setiap doa merupakan
ibadah maka Nabi Nuh a.s. tidak akan ditegur berkenaan dengan doa beliau.
Dalam beberapa situasi, para Nabi dan orang-orang suci menganggap tidak
patut untuk memohon. Para muttaqi mengikuti kata hati mereka berkaitan
dengan doa seperti itu, pada saat musibah jika hati mereka menyarankan doa
maka mereka akan berdoa, dimana hati mereka menyarankan bersiteguh maka
mereka akan bersiteguh dan tidak berdoa. Lagi pula Tuhan tidak ada
menjanjikan pengabulan doa dalam segala hal, malah menyatakan bahwa Dia
akan mengabulkan bila Dia mau dan akan menolak jika Dia tidak berkenan.
Hal ini jelas dikemukakan dalam ayat:
‘Tidak, bahkan Dia-lah yang akan kamu seru, maka Dia akan
menghilangkan apa yang untuk menghilangkannya kamu berseru
kepada-Nya, jika Dia menghendaki’ (S.6 Al-Anaam:42).


Syarat dikabulkannya doa

Meski pun kita menganggap bahwa istilah “Serulah Aku” sebagai doa, kita
harus memastikan bahwa yang dimaksud dengan doa adalah yang telah
memenuhi semua persyaratan dan keadaan yang dihadapi sudah tak mungkin
bisa diatasi manusia kecuali dibantu Tuhan. Kerendahan hati semata tidaklah
cukup untuk berdoa, karena juga harus dilambari ketakwaan, kesucian,
kejujuran, kepastian, kasih dan perhatian yang sempurna. Harus pula
diperhatikan bahwa yang diminta tidak bertentangan dengan rancangan Ilahi
bagi kesejahteraan si pemohon, baik di dunia maupun di akhirat, atau

kemaslahatan orang yang didoakan. Acap terjadi, meski semua peryaratan
telah dipenuhi, tujuan yang dimintakan melalui doa sebenarnya bertentangan
dengan rancangan Ilahi yang tidak ada gunanya dikabulkan. Sebagai contoh,
jika seorang anak menangis meminta kepada ibunya untuk diberi api menyala,
seekor ular berbisa atau racun yang terlihat enak, maka ibu itu tidak akan
mengabulkan permintaannya. Kalau si ibu ini menuruti kehendak anaknya dan
si anak mungkin selamat nyawanya tetapi sebagian dari anggota tubuhnya
akan menjadi rusak tidak berguna lagi. Bila anak ini dewasa nanti maka ia
akan menyesali ibunya yang ceroboh.
Ada lagi beberapa persyaratan lain yang jika tidak ada maka permohonannya
tidak pantas disebut sebagai doa. Sepanjang suatu doa tidak diilhami oleh
keruhanian penuh dan tidak ada hubungan dekat di antara ia yang mendoakan
dengan orang yang didoakan, kecil sekali harapan akan dikabulkannya doa
yang bersangkutan. Kecuali ada perkenan Allah s.w.t. bagi pengabulan doa,
belum semua persyaratan jadinya dianggap telah dipenuhi.
Sayid Sahib mengakui bahwa karunia di akhirat nanti dalam bentuk berkat,
kesenangan dan keselesaan, adalah hasil dari keimanan dan doa yang tulus.
Jika demikian, maka Sayid Sahib harus mengakui bahwa doa seorang muminin
akan berpengaruh dan menjadi penyebab diangkatnya musibah serta
dicapainya tujuan yang dicari. Kalau tidak demikian, maka bagaimana
mungkin hal ini akan menolongnya di Hari Penghisaban? Bila doa dianggap
tak berguna dan tidak bisa untuk mengangkat musibah dalam kehidupan
sekarang, bisakah hal itu menjadi penolongnya di Hari Kiamat nanti?
Kalau mau dikatakan bahwa doa sesungguhnya memiliki potensi memelihara
kita dari segala musibah, maka hal itu harus dimanifestasikan di dunia ini
juga, dengan demikian keimanan dan harapan kita akan menjadi lebih baik
sehingga kita akan menjadi lebih rajin berdoa bagi keselamatan kita di akhirat.
Jika doa dianggap tidak ada artinya karena apa yang sudah disuratkan takdir
pasti akan terjadi, maka sejalan dengan pandangan Sayid Sahib, doa itu tidak
ada gunanya menghadapi musibah di dunia, dan dengan sendirinya juga tidak
ada gunanya bagi kehidupan di akhirat, dan dengan demikian maka tidak ada
harapan lagi. (Barakatud Dua, Qadian, Riyaz Hind Press, 1310 H; sekarang
dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 5-14, London, 1984).












No comments:

Post a Comment