Tuesday, 31 July 2012

HUKUM RIMBA DI NEGERI MANUSIA


Nabi Muhammad SAW membawa ajaran Islam dengan pesan damai bagi umat manusia, serta cinta kasih untuk sesama. Beliau SAW bersabda:

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِه وَيَدِه

Seorang muslim adalah orang yang membawa keselamatan/kedamaian bagi orang-orang muslim (umat) lain dari perkataannya dan perbuatannya”
(H.R. Bukhari & Muslim, Terj. Riadhus Shalihin p. 197).

Sikap Muslim Menghadapi Kehilangan/Kefanaan Dunia


Bagaimana seorang Muslim menghadapi ketidakekalan/ kefanaan dunia, berupa kehilangan harta, pekerjaan, kesenangan, bahkan kehilangan orang-orang terdekat yang kita sayangi. Kehilangan adalah hal yang tidak setiap orang bisa mampu menghadapinya, sehingga mengakibatkan kesedihan yang berkepanjangan, menyalahkan diri sendiri, depresi ataupun stress. Hal tersebut terjadi karena ketidakmampuan menangkap siklus kehidupan yang selalu berubah, datang dan pergi.
Sering kita mendengar cerita-cerita dramatis dalam kehidupan. Seseorang yang hari ini sehat besok sakit keras, pasangan yang nampak romantis tiba-tiba bercerai, usaha yang maju pesat tiba-tiba bangkrut, bahkan anggota keluarga yang hari ini tertawa riang besoknya sudah dipanggil oleh Sang Pencipta.
Mengenai ketidakkekalan barang ataupun kehidupan dan bagaimana muslimbersikap? Allah taala berfirman:
“Dan pasti akan Kami menguji kamu dengan sesuatu ketakutan  dan kelaparan, dan kekurangan dalam harta dan jiwa dan buah-buahan;  dan berikanlah kabar suka kepada orang-orang yang sabar. Orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata ”Sesungguhnya kami kepunyaan Allah swt. dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali.”  (Q.S 2: 155-156)
Ayat ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan ini tidak ada konsep kepemilikan mutlak atas barang ataupun kehidupan, yang ada hanyalah kepemilikan sementara dari Allah. Semuanya adalah milik Allah dan akan kembali juga kepadanya. Jadi jika kita tidak lagi menjadi pemilik dari sesuatu mengapa kita haus merasa kehilangan?
Tuhan adalah Yang Mempunyai segala yang kita miliki, termasuk diri kita sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tak ada batasnya, menganggap tepat untuk mengambil sesuatu dari kita, kita tak punya alasan untuk berkeluh-kesah atau mengerutu. Maka, tiap-tiap kemalangan yang menimpa kita, daripada membuat kita putus asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam hidup kita. Jadi, rumusan yang ada dalam ayat ini bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan yang tepat pada waktunya.
Jadi ayat ini menyampaikan pesan bahwa ketika kita ditimpa suatu musibah kita tidak akan terkalahkan oleh rasa cemas dan takut, malah kita mengatakan dengan penuh keyakinan dan keimanan bahwa sesungguhnya kita adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Ayat ini juga mengandung makna bahwa Pemilik segala sesuatu yaitu Allah tidak akan merusak dengan tangannya sendri. Allah adalah pemilik diri kita yang senantiasa memelihara kita. Sebagai pemilik yang memelihara kita tentu Sang pemilik itu akan menghancurkan kita. Allah sewaktu-waktu memang mengembalikan seseatu untuk ditempatkan kembali di sisi-Nya tetapi tidak berarti Allah menghendai rusaknya hal tersebut, melainkan Allah telah memilihkan yang terbaik bagi sesuatu yang kembali kepada-Nya itu.Proses penghilangan tak selamanya berarti buruk atau jahat.
Dan bahkan sendainya Allah menghendaki semua yang ada disi kita maka kita bersedia untuk membawa dan menyerahkannya di jalan Allah. Ini adalah makna yang paling mulia.
Jadi bagaimana kita menyikapi ketidakkekalan/perubahan dan apa yang kita lakukan? Yang pertama adalah menyadari, menerima dan berhati besar terhadap fenomena ketidakkekalan/kefanaan dan yang terakhir berusaha membuat yang terbaik dari apa yang telah diberikan oleh Allah taala kepada kita. Sikap menerima, mengalir bersama kuasa Ilahi, menyesuaikan diri dengan perubahan bahwa tidak ada di dunia ini yang terjamin kekal –lah yang akan membuat hidup kita lebih bahagia dan dipenuhi dengan hidup yang bermakna.  Jika hal ini tidak ada maka hal-hal buruk seperti yang disebutkan diatas akan selalu menghantui kehidupan kita.
Perubahan berupa kehilangan terjadi pada setiap orang, perubahan itu adalah hal yang mutlak, tidak ada cara yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya. Yang bisa kita lakukan adalah menghadapi perubahan itu dan mengubahnya menjadi seseuatu yang lebih bermakna.
Dalam menghadapi musibah atau kehilangan kita sering kali melawati tahap yang panjang untuk proses penyembuhannya,  luka yang kita dapat kita bersihkan, kita obati dan menunggunya sembuh, proses penyembuhan ini terkadang menyakitkan tetapi akan baik untuk jangka panjang kita. Sebaliknya ada juga yang mengambil cara pintas, dia ingin menghilangkan sakit, tapi tidak dengan proses pengobatan diatas tetapi lebih memilih kepada ”penghilang rasa sakit”, memang cukup ampuh, tetapi tidak menyelesaikan masalah, luka yang dia biarkan itu lama-lama menjadi infeksi dan bisa membunuhnya. Sifatnya semu, orang-orang beralih pada alkohol, makan yang berlebih, tak beranjak dari kamar dan nonton TV, bahkan yang lebih parah adalah sampai bunuh diri. Jadi untuk menghadapi musibah akibat perubahan-perubahan itu kita benar-benar harus terlibat dalam proses penyembuhannya. Kita minta penghiburan dari keluarga atau terapis.
Kemudian Sebagai mukmin kita tidak akan meinggalkan hal-hal berikut: Meningkatkan zikir (Q.S. 13:28), Meningkatkan doa (Q.S.2:153), Istighfar (Q.S. 71:10), Terus Berusaha (Q.S. 13:11)

KONSEP KHILAFAH ISLAM yang Disalahpahami


Istilah “Kekhalifahan Islam” sering menimbulkan ketakutan akan terjadinya pemberontakan Islamdimana umat Islam akan memperoleh kontrol politik global. Beberapa orang seperti Sean Hannity, menyatakan bahwa memberikan kontrol pada Alqaeda akan mengarah pada kekhalifahan Islam. Walaupun Caliphate merupakan terjemahan Inggris dari bahasa Arab Khilafah, dua istilah ini memiliki konotasi yang berbeda.
Sejak revolusi muncul di Mesir, banyak para pakar terus menerus memperingatkan kemungkinan pengambil-alihan pergerakan radikal di Mesir yang pada akhirnya akan membangkitkan sebuah kekhilafahan imperialis. Sistem khilafahtampaknya diwajibkan untuk mengobarkan peperangan demi membawa dunia berada di bawah kekuasaan Islam – dan kemudian menegakkan hukum Syariah.
Hal ini jauh sekali dari tujuan sebenarnya dan pentingnya khilafah. SementaraCaliphate menyiratkan pada keadaan politik-keagamaan Muslim diatur oleh seorang pemimpin politik, khilafah mengacu pada tradisi dalam Islam tentang suksesi kepemimpinan ruhani.
Kata khilafah berarti suksesi, dan khalifah adalah penerus nabi Allah yang tujuannya adalah untuk menyempurnakan tugas-tugas reformasi dan terbiyat moral yang diajarkan oleh nabi. Oleh karena itu khilafah bisa eksis dan berkembang tanpa negara, seperti kepausan dalam Katolik, yang memberikan bimbingan rohani dan persatuan.
Pemahaman Islam tentang khilafah didasarkan pada Alquran, ajaran Nabi Muhammad saw dan teladan-teladan dari empat khalifah pertama dalam Islam setelah kewafatan nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad menubuatkan bahwa periode khilafah-lah yang akan mengikuti kewafatan beliau, kemudian monarki, otokrasi dan setelah hilang, khilafah akan didirikan kembali diatas ajaran kenabian.
Empat khalifah pertama adalah sahabat dekat nabi dan dikenal karena integritas dan pengabdian besar mereka. hal yang sangat penting adalah kualifikasi (tentang) “yang terbimbing” telah digunakan untuk membedakan mereka dari raja-khalifah kemudian.
Dalam periode (632-661) Pemerintahan dari Khalifah Rasyidah (yang terpilih/yang terbimbing) sering dikenang sebagai zaman keemasan Islam. orang-orang Islam sering mendefinisikan diri dan teologi mereka (merujuk kepada cara mereka meraih kejayaan di masa silam, meskipun terjadi ketidakstabilan pada beberapa peristiwa pada masa itu.
Setelah pembunuhan dari Khalifah Rasyidah yang terakhir, perdebatan suksesi kepemimpinan mengakibatkan perpecahan di tubuh Islam menjadi cabang-cabang Sunni dan Syiah. Nilai-nilai spiritual itu hilang dan diganti dengan lembaga politik, atau khalifah (caliphate). Muawiyah menyatakan dirinya sebagai pemimpin kaum muslimin dan dengan jalan itu meletakkan dasar-dasar dari garis panjang khalifah atau dinasti monarki – sesuai dengan nubuatan Muhammad saw.
Periode para khalifah ini ini berlanjut selama berabad-abad sampai Ottoman Selim I ditangkap khalifah terakhir dari Kairo pada tahun 1517. Sultan-sultan Ottoman kemudian mengklaim gelar khalifah dan berjalan selama empat abad sampai Kamal Ataturk, pendiri Republik Turki menghapuskannya pada tahun 1924.
Osama bin Laden dan sejumlah partai politik fundamentalis telah menyerukan restorasi khilafah untuk menyatukan negara-negara Islam – baik melalui demonstrasi politik secara damai atau melalui kekerasan. Dua kelompok yang berpengaruh, kelompok Islam Radikal, Jamaat Islami dan Ikhwanul Muslimin, berusaha untuk mengembalikan kekhalifahan sebagai sebuah institusi Islam yang militan.
Tapi apa yang Muslim butuhkan adalah khilafah rohani.Setiap upaya untuk memaksakan sistem khalifah ditakdirkan untuk gagal tidak hanya karena menyimpang dari sistem khilafah Islam sejati, tetapi juga karena perpecahan dikalangan umat Islam untuk memilih seorang pemimpin.

tidak perlu ada rasa takut terhadap konsep Khilafah Islam yang benar. Sistem kepemimpinan Islam tidak mengancam untuk mendapatkan kontrol politik apapun, tidak mengejar pembentukan negara politik-agama. Mari kita menjauhkan diri dari pemahaman tetang khilafah semacam ini dan memahami bahwa khilafah dapat berfungsi untuk membimbing Muslim dan reformasi spiritual dunia.

Monday, 30 July 2012

Kasih Sayang Rasulullah saw


Nabi Muhammad s.a.w mencerminkan secara sempurna sifat Rahimiyyat Allah Taala. Didalam seluruh kehidupan Rasulullah s.a.w telah menunjukkan rasakasih sayang yang tiada tara bandingannya terhadap orang-orang beriman dan kepada orang-orang yang tidak beriman sekalipun.
Kehidupan Rasulullah s.a.w yang penuh dihiasi dengan peristiwa-peristiwa kasih-sayang itu nampak dengan gemilang dan mengharukan perasaan setiap orang sekalipun dalam perkara-perkara yang kecil. Beliau selalu merasa khawatir dan gelisah memikirkan bagaimana upaya untuk menjauhkan penderitaan dan kesusahan makhluk-makhluk  Allah Taala.
Didalam khutbah yang lalu, saya telah menjelaskan beberapa buah hadits, sekarang saya akan menjelaskan beberapa hadits lagi didalam khutbah ini, yang mengandung berbagai macam contoh yang menambah kecemerlang segi-segi kehidupan Rasulullah s.a.w. Kita akan melihat beberapa hal yang kecil dimana dari sudut pandang dunia, bagi orang yang sudah mencapai kedudukan tinggi yang jika para pengikutnya sudah rela mengorbankan jiwa raga mereka untuknya semata-mata, maka untuk orang yang semacam itupun tidak akan mampu melakukan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w bahkan tidak akan terpikir olehnya untuk melakukannya. Perasaan orang-orang beriman dicurahkan untuk Rasulullah s.a.w yang menurut segi pandang dunia dikatakan kegila-gilaan, akan tetapi sesungguhnya hal itu timbul didalam kalbu orang-orang beriman disebabkan adanya rasa kecintaan yang sangat luar biasa dalamnya kepada beliau.
Saya akan memberi sebuah contoh, yang orang-orang non Islampun menilainya sebagai suatu hal yang luar biasa dan memberitahukan kepada teman-teman mereka begini : “Kita tidak akan mampu melawan orang-orang ini yang disebabkan pengaruh kecintaan yang sangat dalam, mereka sangat gila menyerahkan segala-galanya demi dia (Muhammad s.a.w). Sampai-sampai bekas air wudhunya pun ditampung dengan tangan mereka sampai satu tetespun tidak ada yang jatuh ketanah.”
Jika orang dunia mendengar penilaian seseorang begitu baiknya terhadap Rasulullah s.a.w, dia tidak akan terkesan apa-apa olehnya, dan tidak akan mendapat kesan untuk memiliki rasa kecintaan, kelembutan hati dan kasih sayang terhadap orang lain bahkan sebaliknya ia akan menjadi sombong dan takabur. Akan tetapi, kami orang beriman siap berkorban demi Junjungan kami Muhammad Mustafa s.a.w. Walaupun demikian luhurnya martabat dan kedudukan beliau s.a.w, namun demi kesenangan dan kesejahteraan orang-orang mu’min beliau selalu menyerahkan berbagai macam pengorbanan disertai rahmat dan kasih sayang yang selamanya bergelora didalam kalbu beliau s.a.w. Beliau mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya untuk mendapatkan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Beliau senantiasa gelisah memikirkan: “Jangan-jangan mereka mendapat kesusahan karena aku. Tuhan telah menamakan diriku Rahmatul-lil-Alamin. Wujudku menjadi rahmat dan kasih sayang bagi seluruh dunia.” Beliau selalu berdo’a untuk orang-orang mu’min agar mereka mendapat rahmat dan pengampunan dari Allah Taala. Beliau merasa sedih dan sengsara hati apabila menyaksikan mereka berada dalam penderitaan.
Didunia ini tidak ada seorangpun yang mampu memperlihatkan seperseratus ribu bagianpun dari contoh kasih sayang beliau s.a.w itu apalagi untuk menandinginya. Saya akan menceritakan sebuah kisah tentang perlakuan kasih sayang beliau, walaupun kisah ini nampaknya sangat kecil, akan tetapi kasih sayang yang beliau tunjukkan ini tidak pernah dapat dilakukan oleh orang lain sekalipun oleh seorang majikan yang mempunyai sikap dan perasan sangat lemah-lembut terhadap anak buahnya.
Riwayat Pertama
Abdullah bin Abu Bakar r.a. meriwayatkan dari seseorang katanya:
“Pada suatu hari dalam perjalanan untuk berperang di Hunain, saya memakai sepatu kulit yang tebal. Saya berjalan dibelakang Rasulullah s.a.w. Karena jalan sangat sempit tiba-tiba kaki Rasulullah s.a.w. tersandung oleh sepatu saya dan terinjak dari belakang sehingga beliau kesakitan dan beliau segera memukul perlahan saja sambil mendorong saya kebelakang dengan sebuah pecut (cambuk) yang beliau pegang sambil bersabda : “Hai Fulan, engkau telah menyakiti kakiku.”  Beliau (Abdullah bin Abu Bakar r.a) mengatakan : “sepanjang malam orang itu tidak bisa tidur karena dia merasa bersalah sudah menyakiti kaki Rasulullah s.a.w, dia berulang-kali berpikir dan menyesali diri sendiri, mengapa saya telah menyakiti Rasulullah s.a.w. Keesokan harinya pagi-pagi sekali seorang datang mencarinya untuk berjumpa Rasulullah s.a.w. Katanya ; “saya dengan perasaan gemetar dan takut datang menghadap Rasulullah s.a.w. Beliau bersabda kepada saya” : “Hai Fulan ! Kemarin engkau telah menginjak kakiku dan engkau telah menyakiti aku. Tapi sebaliknya aku telah memukul sambil mendorong engkau kebelakang dengan cambukku ini supaya kakiku terlepas dari kaki engkau. Aku pukul engkau perlahan sambil mendorong engkau kebelakang dengan cambukku ini, tentu aku telah menyakiti engkau. Oleh karena itu ambillah dari aku 80 (delapan puluh) ekor domba sebagai balasan rasa sakit engkau karena cambukku ini.
Lihatlah bagaimana Rasulullah s.a.w Rahmatul-lil-Alamin telah berlaku terhadap seorang hamba yang lemah itu. Beliau s.a.w sendiri merasakan sakit karena terinjak oleh sepatu sahabat itu, dan untuk melepaskan kaki beliau dari bawah sepatu sahabat yang telah menginjak itu beliau mendorongnya kebelakang dengan cambuk yang beliau pegang. Sepanjang malam beliau s.a.w berpikir mengapa aku telah memukul dan mendorong orang itu kebelakang dengan cambukku ini. Tentu ia merasa sakit oleh cambukku ini, sedangkan beliau sendiri tidak memikirkan kesakitan yang disebabkan terinjak oleh kaki sahabat itu. Bahkan beliau karena merasa malu terhadap sahabat itu dan menyesal atas perlakuan beliau terhadapnya,sepanjang malam beliau s.a.w tidak bisa tidur. Akhirnya dengan rahmat dan kasih sayangnya, beliau s.a.w memberikan 80 ekor domba sebagai ganjaran atas perlakuan beliau s.a.w terhadap sahabat itu.
Riwayat Kedua
Kemudian dalam sebuah peristiwa lain lagi, lihatlah bagaimana perlakuan beliau s.a.w terhadap seseorang yang datang dari sebuah kampung yang tidak tahu adab sama sekali, bahkan nampaknya orang itu tidak mau belajar bagaimana berlaku adab terhadap seseorang. Bahkan orang itu sangat bangga atas kebiasaan perlakuan kasarnya. Namun beliau s.a.w telah memperlakukannya dengan ramah-tamah dan lemah lembut terhadapnya.
Anas r.a. meriwayatkan, katanya, saya sedang menyertai Rsulullah s.a.w. diwaktu itu Rasulullah s.a.w menutup leher beliau dengan sehelai kain cadar yang pinggirannya tebal sekali. Ketika orang kampung itu datang langsung menarik kain cadar itu dengan kuatnya sehingga meninggalkan bekas goresan pada leher Rasulullah s.a.w. Lalu orang itu berkata : “Hai Muhammad harta apapun yang ada yang telah Allah Taala anugerahkan kepada engkau letakanlah diatas kedua untaku ini. Karena engkau tidak akan memberi kepadaku dari harta engkau sendiri ataupun dari harta orang tua engkau. Mendengar kata-katanya itu mula-mula Rasulullah s.a.w diam saja tidak menjawabnya. Kemudian beliau s.a.w bersabda :
اَلْمـاَلُ مَالُ اللهِ وَاَنَا عَبْدُهُ
Artinya : Harta itu memang kepunyaan Allah Taala. Aku hanyalah seorang hamba-Nya. Setelah itu beliau bersabda : “ Engkau telah menyakiti aku. Engkau harus memberi pembalasan sebagai ganjaran kepadaku.”Orang kampung itu menjawab : “Tidak, aku tidak akan memberi apa-apa “Beliau bersabda : “Mengapa tidak? Mengapa kamu tidak mau memberi?”  Dia menjawab : Aku tahu engkau tidak akan membalas keburukan dengan keburukan”.  Mendengar jawabannya itu Nabi s.a.w tersenyum, dan beliau s.a.w faham maksud perkataan orang itu. Lalu beliau menyuruh sahabat beliau untuk meletakkan buah-buah kurma dan gandum (bahan makanan) diatas punggung kedua unta orang kampung itu.
Sebenarnya orang kampung itu bukanlah orang dungu. Dia tahu betul bagaimana kepribadian Rasulullah s.a.w yang dari ujung rambut sampai ujung kaki beliau merupakan wujud rahmat, beliau pema’af, belas kasih dan penyayang bagi makhluk Tuhan. Dia yakin apapun yang akan dia minta pasti akan dikabulkan oleh Rasulullah s.a.w.
Berdoa Agar diturunkan kasih sayang
Rasulullah s.a.w dengan berbagai macam cara selalu  menghimbau orang-orang mu’min supaya mereka senantiasa ingat kepada Tuhan agar mereka selalu mendapat limpahan rahmat kasih sayang Allah Taala. Azab yang bertubi-tubi turun berupa bencana-bencana alam yang telah menimpa kaum-kaum terdahulu, banyak negeri porak-poranda dan hancur luluh sehingga meninggalkan hanya nama dan bekas-bekasnya saja. Beliau s.a.w sangat merasa khawatir jangan-jangan disebabkan sesuatu kesalahan azab seperti itu turun pula menimpa mereka yang telah  beriman kepada beliau s.a.w atau orang-orang yang tinggal disekitar kampung halaman beliau s.a.w. Maka dari itu kapan saja saat beliau melihat ada angin bertiup kencang atau hujan lebat turun, beliau segera memohon perlindungan kepada Allah Taala dan berdo’a agar Dia menurunkan kasih sayang-Nya. Dan beliau s.a.w menghimbau orang-orang mukmin juga untuk memohon kasih sayang-Nya, agar angin yang sedang bertiup kencang atau hujan yang sedang turun dengan derasnya itu jangan menjadi azab bagi mereka. Maka bila saja terjadi angin badai atau angin kencang bertiup atau hujan turun dengan derasnya maka beliau s.a.w segera memohon perlindungan dan kasih sayang  Allah Taala.
Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh  Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w bersabda : “Sekali-kali janganlah kamu mengutuki angin karena angin juga pembawa rahmat Allah Taala disamping ia membawa azab. Akan tetapi mintalah kebaikan dari angin itu kepada Allah Taala dan mohonlah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya.”
Utbah bin Rawahah mendengar dari Aisyah r.a. katanya : “Apabila angin bertiup kencang atau nampak ada awan tebal diatas langit, maka muka Rasulullah s.a.w nampak segera berubah, sebentar duduk  sebentar berjalan, beliau s.a.w mondar-mandir dalam keadaan gelisah dan khawatir takut kalau-kalau angin atau awan itu membawa azab. Apabila hujan sudah turun beliaupun nampak gembira, kegelisahanpun perlahan-lahan menghilang.”
Kata  Aisyah r.a, diwaktu itu beliau s.a.w bersabda : “Aku merasa takut jangan-jangan azab turun bersama angin atau awan itu yang akan menimpa ummatku”. Apabila beliau melihat hujan sudah turun, beliau bersabda : “Alhamdulillah ini rahmat Allah turun!”
Wujud Rasulullah s.a.w dari ujung rambut sampai ujung kaki semata-mata rahmat bagi semua makhluk Allah Taala. Beliau sendiri berdo’a untuk semua dan mengajarkan juga do’a-do’a itu yang harus diamalkan oleh ummat beliau. Apabila ada angin atau badai bertiup kencang bacalah do’a ini:
اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَسْئَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَمَا اُرْسِلَتْ بِهِ
وَاَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّمَا فِيْهَا وَشَرِّمَااُرْسِلَتْ بِهِ
Artinya : “Ya Allah aku memohon kebaikannya dan kebaikan yang ada didalamnya dan kebaikan yang diturunkan bersamanya. Dan aku berlindung kepada Engkau dari keburukannya dan dari keburukan yang ada didalamnya dan dari keburukan yang diturunkan bersamanya.”
اَللَّهُمَّ اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجْاَتِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَتِكَ
Artinya :“Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari hilangnya ni’mat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan padaku, dan dari azab Engkau yang datangnya secara tiba-tiba dan aku berlindung kepada Engkau dari semua perkara yang menimbulkan kemurkaan Engkau.”
Kasih Sayang Terhadap Perempuan Tua
Sekarang tengoklah bagaimana perlakuan Wujud Penuh Rahmat (Muhammad s.a.w) ini terhadap seorang perempuan yang lemah dan sangat miskin dan hampir menemui ajalnya, beliau dengan kasih-sayangnya memanjatkan do’a untuknya, dan setelah meninggal dunia beliau dengan rasa kasih sayangnya berdo’a maghfirah pula untuknya.
Tentang perempuan itu terdapat riwayat yang diceritakan oleh Ibnu Shihab, dari Abu Imamah katanya, disebuah kampung diluar Madinah ada seorang perempuan sedang sakit keras. Beliau selalu bertanya kepada para sahabat bagaimana kesehatan orang perempuan itu. Dan dipesan kepada para sahabat, apabila orang perempuan itu meninggal dunia jangan dikuburkan sebelum beliau datang untuk menyembahyangkan jenazahnya. Tidak lama kemudian pada suatu malam perempuan tersebut meninggal dunia dan pada malam itu juga jenazahnya dibawa ke Madinah. Namun pada waktu jenazah tiba di Madinah Rasulullah s.a.w sudah tidur dan para sahabat tidak berani membangunkan karena tidak mau mengganggu beliau s.a.w.  Maka para sahabat langsung menyembahyangkan jenazah perempuan itu kemudian malam itu juga langsung dimakamkan di pekuburan Jannatul Baqi.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Rasulullah s.a.w menanyakan keadaan perempuan tua yang sakit itu. Para sahabat menjawab : Ya Rasulullah, dia sudah meninggal tadi malam dan sudah dikuburkan. Semalam kami dapati Rasulullah s.a.w sudah tidur dan kami tidak merasa patut untuk membangunkan Rasulullah s.a.w. Lalu beliau s.a.w minta ditunjukkan kuburannya kepada para sahabat. Kemudian beliau bersama para sahabat pergi kekuburan.Sampai disana belliau berdiri dan para sahabatpun berdiri berbaris dibelakang beliau s.a.w. Lalu beliau memimpin sembahyang jenazah untuk perempuan itu.
Dalam riwayat lain dikatakan baliau bersabda kepada para sahabat : “Lain kali kalian jangan berbuat demikian lagi! Jika aku sudah mengatakan untuk memimpin sembahyang jenazah seseorang, bagaimanapun kalian harus memberitahu aku, atau menunggu aku untuk melakukannya. Jika diantara kalian ada yang meninggal harus memberitahu aku untuk memimpin sembahyang jenazahnya. Jika kalian tidak memberitahu aku bagaimana aku bisa datang untuk memimpin sembahyang jenazahnya. Do’aku menjadi sumber rahmat bagi orang yang sudah meninggal dunia”  Didalam riwayat ini dikatakan beliau s.a.w pergi kekuburan lalu memimpin sembahyang jenazah dengan mengucapkan takbir 4 kali.

Dua Sarana Menjauhkan Dosa: Takut dan Cinta


Ada dua sarana untuk menjauhkan dosa. Sarana pertama adalah, banyak sekali dosayang dapat dijauhkan karena takut kepadaAllah ta’ala. Yakni dominasi rasa takut kepada murka Allah merupakan suatu hal yang dapat menjauhkan dan menghindarkan seseorang dari dosa. Sarana ini sama seperti rasa takut kita terhadap polisi, yang akan menghindarkan kita dari perbuatan melanggar hukum.

Sarana Kedua untuk menghindarkan dosa adalah, setelah mengenal dan menyadari rahmat dari Allah ta’ala yang begitu melimpah yang tak terhitung banyaknya, maka kecintaan terhadap-Nya akan meningkat. Dan kemudian akibat dari kecintaan itu dosa pun menjadi jauh. Jadi dosa dapat dijauhi melalui kedua sarana ini.
Memang ada sebagian orang yang menghendaki agar mereka tidak melakukan dosa, namun mereka terjerumus dalam kelalaian serta kealpaan sedemikian rupa sehingga dosa pun terjadi juga. Akan tetapi telah tertanam di dalam fitra manusia bahwa rasa takut yang mendalam akan menyelamatkannya. Seperti halnya jika domba diikatkan di depan singa, maka tak terpikir oleh sang domba untuk makan rumput. Atau seseorang yang tidak sanggup berdiri dengan angkuh di hadapan penguasa, melainkan dia akan tampil dengan penuh kerendahandiri, dengan hati-hati. Sikap hati-hati dan takut ini merupakan dampak dari wibawa sang penguasa dan kekuasaan.
Namun dampak itu juga dapat timbul dari kecintaan. Apabila seseorang pergi kepada orang yang telah berbuat baik padanya, dia akan mengenang kebaikan orang itu lalu dengan sendirinya hatinya akan menjadi luluh dan hati-hati. Dan dimatanya akan timbul suatu rasa malu. Kecintaan terhadap orang yang telah berbuat baik itu akan semakin meningkat. Misalnya, jika ada seseorang yang membayarkan utang orang lain, maka betapa orang yg berhutang itu akan mencintai orang tersebut, dan gejolak kecintaan itu mendorongnya untuk tidak ingin melawan serta menentang kehendak orang tersebut. Jadi sikap menurut dan taat ini timbul dari kecintaan pribadi.
Seperti itu pulalah, apabila manusia mengetahui kebaikan-kebaikan Allah taala yang Dia berlakukan terhadap dirinya, maka akibat kecintaan pribadinya itu manusia tersebut terhindar dari dosa, dan tidak ada dorongan lain yang dapat mengarahkannya kepada dosa. Permisalannya sama seperti seorang raja yang memerintahkan: “Jika engkau menyakiti bayi ini dan tidak menyusuinya, bahkan sampai dia mati pun, engkau tidak akan dihukum. Bahkan akan kami beri hadiah kepadamu.” Maka sang ibu itu sama sekali tidak akan mau melakukannya. Sebabnya adalah di dalam fitrat sang ibu terdapat suatu gejolak kecintaan terhadap bayi tersebut. Dan itu merupakan gejolak kecintaan pribadi.
Jadi apabila manusia mulai menjalin kecintaan semacam itu dengan Allah taala, maka kebaikan-kekbaikan yang timbul dari orang itu serta terhindarnya dia dari dosa-dosa, itu bukanlah karena dia mengejar sesuatu atau karena rasa takut, melainkan itu merupakan dorongan kecintaan pribadi tersebut.
TANDA KECINTAAN
Tanda kecintaan pribadi adalah, jika orang yang memiliki kecintaan pribadi ini sekalipun mengetahui bahwa akibat amal perbuatannya itu bukannya dia akan memperoleh surga, melainkan neraka. Atau dia tahu bahwa tidak akan ada hasil apa-apa, maka tetap saja tidak ada perubahan di dalam kecintaanya. Sebab kecintaan ini menghapuskan sisi-sisi takut dan optimis lalu menimbilkan suatu corak fitrat. Ciri khas dari kecintaan pribadi ini adalah ketika dia tumbuh kembang di dalam diri manusia, maka dia menimbulkan suatu api yang akan menghanguskan segenap kotoran yang di dalam, lalu membersihkannya. Inilah api yang membakari kotoran-kotoran yang tidak sanggup dihanguskan oleh rasa takut dan optimis. Jadi ini adalah derajat kesempurnaan bagi manusia, dan penting baginya untuk mencapai derajat tersebut.

Tujuan Penciptaan Manusia Dan Cara Meraihnya


Apa Tujuan sebenarnya penciptaan hidup Manusia? Dan bagaimana cara kita meraih tujuan sejati hidup manusia?
Tujuan Penciptaan Manusia Dan Cara MeraihnyaManusia pada umumnya karena kecupatan pandangan atau kurangnya keberanian, menjadikan berbagai hal berupa niat dan hasrat keduniawian sebagai tujuan hidup mereka, padahal Allah yang Maha Agung telah menetapkan tujuan mereka dalam Kalam Ilahi bahwa:


Tidaklah Aku menciptakan Jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Q.S Adz-Dzariyat:56).
Sejalan dengan ayat ini maka tujuan hakiki hidup manusia adalah menyembah dan memahami Allah yang Maha Kuasa serta mengabdi kepada-Nya.

Tuhan dan tujuan hidup
Jelas bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk menetapkan sendiri apa yang akan menjadi tujuan hidupnya karena manusia muncul di dunia ini bukan atas kuasanya sendiri, begitu juga meninggalkannya di luar kehendaknya. Ia adalah mahluk yang diciptakan, dimana Wujud yang telah menciptakan dirinya serta memberkatinya dengan fitrat yang lebih baik dari mahluk hidup lainnya, telah menentukan apa yang sepatutnya menjadi tujuan hidupnya.
Apakah seseorang memahami tujuan tersebut atau tidak, tidak dragukan lagi bahwa yang jelas tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah dan memahami Allah s.w.t. serta melarutkan diri di dalam Wujud-Nya.
Tiga objek tujuan dalam hidup
Tujuan hakiki dari semua anggota tubuh eksternal dan internal serta segala fitrat yang telah dikaruniakan kepada manusia adalah pemahaman, ibadah  dan kasih kepadaAllah s.w.t.  Itulah sebabnya meski memiliki seribu jabatan di dunia, manusia tetap saja belum menemukan jati-dirinya yang hakiki kecuali dalam Tuhan-nya. Meski telah menghimpun kekayaan besar, menduduki jabatan yang tinggi, menjadi saudagar akbar, memiliki kekuasaan memerintah atau pun menjadi seorang filosof terkenal, pada akhirnya tetap saja akan merasa frustrasi ketika meninggalkan dunia. Kalbunya mengingatkan terus menerus tentang perhatiannya yang berlebihan terhadap dunia, sedangkan kesadarannya tidak membenarkan segala penipuan, kecurangan dan laku lajak yang telah dikerjakannya.
Masalah ini bisa juga ditinjau dari sudut lain. Tujuan daripada penciptaan ditentukan oleh pencapaian tertinggi yang di atasnya tidak mungkin lagi dapat digapai oleh kemampuan diri. Sebagai contoh, kemampuan utama seekor sapi jantan adalah membajak tanah atau menarik alat transport, karena itu hal inilah yang menjadi tujuan hidupnya dan sapi itu tidak bisa lebih tinggi dari kondisinya tersebut. Tetapi jika kita perhatikan kemampuan tertinggi dari fitrat dan kekuasaan manusia, kita akan melihat bahwa ia dibekali dengan fitrat mencari Tuhan sedemikian rupa hingga ia mengharapkan bahwa ia menjadi demikian mengabdi pada kasih Ilahi sehingga dirinya sepenuhnya menjadi milik-Nya.
Kebutuhan naluri alamiahnya seperti makan, minum dan istirahat, sama saja dengan mahluk hidup lainnya. Bahkan dalam banyak bidang ada hewan yang lebih terampil dibanding dirinya, seperti lebah mampu mengolah madu dari berbagai macam bunga yang belum mungkin ditandingi manusia. Dengan demikian jelas bahwa kapasitas manusia yang tertinggi adalah bertemu dengan Allah s.w.t. sehingga yang menjadi tujuan hakiki dalam hidupnya adalah membuka jendela hatinya kepada Tuhan.
Mencapai tujuan hidup
Pertanyaannya adalah bagaimana dan dengan sarana apa manusia dapat mencapai tujuan tersebut?
Sarana pertama. Yang harus dicamkan betul ialah sarana utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah mengenali dan beriman kepada Tuhan yang benar. Jika langkah pertama ini sudah salah, lalu manusia mengangkat burung, hewan, unsur alam atau pun manusia lainnya sebagai sembahan, maka tidak mungkin diharapkan kalau langkah berikutnya akan berada di jalan yang lurus. Tuhan yang benar akan menolong mereka yang mencari-Nya sedangkan tuhan yang mati tidak mungkin menolong yang mati.
Allah s.w.t. telah menggambarkan hal ini secara indah dalam ayat:
Hanya bagi Dia-lah doa yang benar. Dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, tidaklah menjawab mereka sedikit jua pun. Keadaan mereka tak ubahnya seperti orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air supaya sampai ke mulutnya, tetapi itu tidak akan sampai kepadanya. Dan doa orang-orang kafir itu akan sia-sia belaka. (Q.S Ar-Rad:14).
Sarana kedua. Sarana berikutnya guna mencapai tujuan hidup yang hakiki adalah kesadaran akan keindahan sempurna dari Allah yang Maha Perkasa karena keindahan adalah sesuatu yang secara naluriah akan menarik hati dan menghasilkan kecintaan. Keindahan Allah s.w.t. dengan Ketauhidan, Keagungan dan fitrat kebesaran lainnya sebagaimana yang diutarakan Kitab Suci Al-Quran dalam ayat:
Katakanlah: Dia-lah Allah yang Maha Esa, Allah yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dia tidak memperanakkan dan tidak pula Dia diperanakkan, dan tiada seorang pun menyamai Dia (Q.S. Al-Ikhlas:1-4).
Al-Quran berulangkali menarik perhatian manusia kepada kesempurnaan dan keagungan Allah s.w.t. serta mengungkapkan bahwa Tuhan demikian itulah yang menjadi dambaan setiap hati, bukannya tuhan yang mati atau lemah atau pun tidak memiliki rasa welas asih dan kekuasaan.
Sarana ketiga. Cara ketiga mencapai tujuan hidup adalah menyadari sifat pengasih dari Allah s.w.t. karena kecintaan akan muncul sebagai akibat dari keindahan dan sifat pengasih. Fitrat pengasih dari Allah yang Maha Agung dikemukakan secara singkat dalam Surah Fatihah yaitu:
Dia adalah Tuhan sekalian alam, Maha Pemurah, Maha Penyayang, yang mempunyai Hari Pembalasan (Q.S Al-Fatihah:1-3).
Jelas kiranya bahwa kesempurnaan fitrat pengasih Allah s.w.t. meliputi juga pengertian bahwa Dia telah menciptakan hamba-Nya dari ketiadaan dan setelah itu karunia pemeliharaan-Nya dilimpahkan atas diri mereka dan Dia menjadi penopang dari segala hal dimana berbagai macam rahmat-Nya telah dimanifestasikan bagi para hamba-Nya. Fitrat penyayang-Nya tidak mengenal batas dan di luar kemampuan manusia menghitungnya sebagaimana seringkali diungkapkan dalam Al-Quran seperti:
Dia berikan segala sesuatu kepadamu yang kamu minta kepada-Nya dan sekiranya kamu mencoba menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menjumlahkannya. (Q.S. Ibrahim:34).
Sarana keempat. Sarana keempat untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki adalah doa, sebagaimana dinyatakan:
Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu. (SQ.S. al-Mumin:60).
Ajakan berdoa dikemukakan secara berulangkali agar manusia menyadari bahwa ia bisa mencapai tujuan itu berkat kekuasaan Allah s.w.t. dan bukan karena tenaga sendiri.
Sarana kelima. Sarana lain untuk mencapai tujuan hidup adalah berjuang di jalan Allah dengan harta milik, kemampuan dan nyawanya seperti yang diungkapkan dalam:
Berjihadlah dengan harta bendamu dan jiwa ragamu di jalan Allah.  (Q.S. At-Taubah:41)
Menafkahkan segala sesuatu dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (Q.S. Al-Baqarah:3)
Tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. (Q.S. Al-Ankabut:69).
Sarana keenam. Sarana keenam guna mencapai tujuan hidup ialah keteguhan hati atau istiqomah, dengan pengertian bahwa seorang pencari kebenaran jangan sampai merasa lelah atau mundur oleh segala rintangan seperti yang diungkapkan Allah s.w.t. dalam ayat:
Adapun orang-orang yang berkata: ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil meyakinkan mereka: AJanganlah kamu takut dan jangan pula berduka cita, dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah teman-temanmu di dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat. Dan di dalamnya kamu akan mendapati segala yang diri kamu dambakan dan di dalamnya kamu akan mendapati segala yang kamu minta. (Q.S. Ha Mim As-Sajdah:30-31).
Ayat ini mengindikasikan kalau keridhoan Allah s.w.t. bisa dimenangkan karena keteguhan hati. Memang benar bahwa istiqomah itu lebih dari mukjizat. Yang dimaksud dengan istiqomah yang hakiki adalah keadaan dimana meski ditingkar oleh musibah di segala penjuru, bahaya mengancam nyawa dan kehormatan, tidak terlihat adanya titik-titik terang yang meringankan, namun ia tetap tidak takut dan tidak akan mundur atau luntur kepercayaannya.
Keteguhan hati dan kesetiaannya tidak goyah, menerima dengan senang hati semua penghinaan, siap menghadapi kematian, tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan kawan, tidak menunggu-nunggu kabar gembira dari Tuhan, tetap berdiri tegak meski merasa tak berdaya dan lemah serta kekurangan segala keselesaan. Ia akan menjulurkan batang lehernya sambil mengatakan: ‘Terjadilah apa yang harus terjadi’ dan menghadapi dengan berani apa pun yang ditakdirkan baginya serta tidak mengeluh dan menjadi tidak sabar sampai cobaan tersebut selesai.
Inilah yang disebut keteguhan hati atau istiqomah yang ganjarannya adalah Tuhan sendiri. Inilah sifat kesalehan yang telah menjadikan debu dari para Nabi, Rasul, Siddiqi dan suhada masih saja tetap beraroma harum. Hal ini diindikasikan dalam doa:
Tuntunlah kami pada jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. (Q.S. Al-Fatihah:5-6).
Begitu juga dikemukakan dalam ayat lain:
Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan menyerahkan diri kepada Engkau. (Q.S. Al-Araf:126).
Pada saat diterpa cobaan dan kesulitan, Allah yang Maha Agung akan menurunkan nur cahaya ke kalbu mereka yang Dia kasihi sehingga mereka itu tenang menghadapi segala musibah, bahkan karena kelezatan keimanan, mereka itu malah menciumi rantai yang membelenggu kakinya akibat melakukan sesuatu di jalan Allah. Ketika musibah mendatangi seorang hamba Allah dan muncul tanda-tanda kematian yang telah mendekat, ia tidak akan menuntut Tuhan-nya agar ia diselamatkan karena memaksa memohon keselamatan pada saat demikian sama dengan melawan Tuhan dan jadinya bertentangan dengan hakikat penyerahan diri yang sempurna. Seorang pecinta hakiki akan maju terus di kala musibah dan menganggap nyawanya sama sekali tidak berarti serta menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah s.w.t. dan hanya memohon keridhoan-Nya semata.
Allah yang Maha Agung menyatakan:
Di antara manusia ada pula orang yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya. (Q.S. Al-Baqarah:207).
Singkat kata, hal inilah yang menjadi ruh dari keteguhan hati sebagaimana dijelaskan di atas dan sarana yang menuntun kita kepada Tuhan. Perhatikan¬lah hal ini bagi mereka yang mau memperhatikan.
Sarana ketujuh. Sarana ketujuh guna mencapai tujuan hidup adalah memelihara silaturrahmi dengan orang-orang muttaqi dan mengikuti teladan mereka. Salah satu hal yang menyebabkan perlunya diturunkan para Nabi adalah agar manusia secara naluriah mencari teladan yang sempurna karena hal itu akan mengembangkan hasrat dan niat kebaikan seseorang. Ia yang tidak mengambil suri teladan yang baik, sesungguhnya malas dan tersesat. Hal ini dinyatakan Allah s.w.t. dalam ayat:
Hendaklah kamu termasuk orang-orang yang benar. (Q.S. At-Taubah:118).
Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. (Q.S. Al-Fatihah:6).
Itulah beberapa sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia yang dikemukakan di dalam alquran

Sunday, 29 July 2012

Motivasi Dalam Berdakwah


Motivasi Dalam BerdakwahDalam berdakwah pengetahuan adalah penting, metode dakwah juga sangat penting. Akan tetapi sesungguhnya yang paling penting dan menjadi pokok persoalan segala sesuatu adalah MOTIVASI. Sering kita melihat seorang yang miskin dalam ilmu pengetahuan, tidak hanya pengetahuan keagamaan tetapi juga ilmu dunia, bahkan hampir-hampir buta huruf. Tetapi mereka memiliki satu keunggulan diatas yang lainnya, diatas rekan-rekannya, yakni memiliki semangat motivasi yang lebih tinggi. Hasilnya adalah bahwa mereka selalu jauh lebih berhasil di dalam dakwahnya dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang kurang memiliki motivasi.

Ada beberapa jenis motivasi, bila kita perhatikan para pendakwah ternyata memiliki motivasi yang berbeda beda. Ada yang ingin mengabdikan diri mereka kepada Islam yakni ingin mengembangkan Islam. Suatu sasaran yang bagus, tetapi bukan yang terbaik.
Ada juga yang mempunyai  motivasi karena betul betul mencintai Allah, dan kedekatan kepada Allah menjadikan diri mereka selalu dipenuhi dengan cita-cita untuk menyiarkan ajaran ketauhidan. Jadi apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya, harus dibagikan kepada orang lain. Itulah kualitas tertinggi dari motivasi yang disebut dalam Alquran suci secara berulang-ulang yang menunjukkan kepada motivasi Rasulullah saw.
Jadi untuk membandingkan kualitas dan keuntungan dari motivasi terhadap faktor-faktor lain dalam medan dakwah maka seseorang dapat memusatkan perhatiannya berkenaan dengan keluhuran akhlak, akhlak yang sempurna yang diciptakan oleh Tuhan untuk kita, karena maksud dakwah ilallah yang sesunguhnya adalah menyebarkan amanat kepada orang lain dan mengajak mereka ke jalan Tuhan.
Rasulullah saw adalah seorang yang buta huruf, tidak hanya buta huruf akan tetapi juga milik dari kaum yang juga buta huruf, dan kaum Arab ini dikategorikan sebagai umat yang paling bodoh (jahil) di seluruh daerah itu. Berbatasan dengan Arabia pada kedua sisinya mengapit bangsa-bangsa besar yang telah maju dalam hal perkonomian, sosial dan ilmu pengetahuan. Dan bangsa-bangsa ini memandang rendah terhadap kaum Arab seperti mungkin saat ini beberapa Negara besar memandang rendah pada beberapa Negara miskin di Afrika, seolah mereka ini bukan ras manusia. Jangankan dianggap sebagai mitra sejajar, bahkan mereka diangap sebagai beban masyarakat dunia. Seperti itulah bangsa Arab di zaman dahulu.
Dan ketika itulah lahir seorang manusia ummi Muhammad saw yang disebutkan di dalam Alquran suci sebagai seorang ummi dan milik dari kaum ummi (buta huruf). Dan tiba-tiba Muhammad saw menjema menjadi seorang guru jagad yang mengungguli dalam setiap bidang kemanusiaan. Pertama-tama beliau meleburkan diri ke dalam masyarakatnya untuk memulai perubahan kepada mereka dan kemudian beliau melarutkan diri ke dalam sifat-sifat ilahiyah.
Demikian larutnya beliau saw masuk ke dalam kecintaan kepada Tuhan maka setelahnya adalah merupakan sebuah konsekuensi logis bahwa beliau saw memperoleh karunia Tuhan sedangkan sifat-saifatnya sendiri hilang tergantikan dengan sifat-sifat Allah. Maka beliau kembali kepada umat manusia dalam kapasitas sebagai insan yang telah mendapatkan sifat-sifat Tuhan. Ketika beliau kembali kepada umat manusia dalam kapasitas sebagai insan yang telah mendapatkan sifat-sifat Tuhan sesempurna mungkin dalam wujud dirinya, dan beliau menjadi bayangan Tuhan di dunia ini.
Disanalah letaknya kualitas dari motivasi beliau dan bagaimana sesunggunya motivasi yang benar dapat bermanfaat bagi manusia.Sekali kita melarutkan diri ke dalam sifat-sifat Tuhan maka sikap kita kepada manusia menjadi sempurna, karena sikap itu merupakan sikap dari Sang Maha Pencipta terhadap makhluk ciptaan-Nya. Sebagaimana kita mencontah hasil karya kita sendiri sehingga orang yang melarutkan dirinya ke dalam sifat-sifat Tuhan maka berarti mencintai ciptaan-Nya. Dan “cinta” memegang peran paling menentukan dalam dakwah ilallah, dalam tugas menyeru manusia kepada Allah, cinta memegang peran sangat penting.
Gambaran Rasulullah saw dan para sahabat yang dikatakan hampir-hampir buta huruf namun memiliki kecintaan yang tinggi pada dakwah ilallah mempunyai kualitas mencintai orang lain, dan kualitas itu muncul berkat dari kedekatan kepada Tuhan. Mereka mencintai Tuhan dan dalam proses tersebut tanpa disadari oleh diri mereka, merekapun mulai mencintai umat manusia seluruhnya.
Jadi motivasi mereka tercipta karena kecintaan kepada Tuhan dan wujud kecintaan mereka kepada umat manusia juga bertolak dari cinta itu juga. Itu adalah benar-benar apa yang telah kita baca dalam Alquran suci tentang nabi Muhammad saw, guru paling unggul dalam seni mencintai manusia.
Kita melakukan dakwah tidak dengan kesombongan akan ilmu yang kita miliki. Bukan untuk meraih simpati orang banyak. Bahkan sebagai Da’i dalam berdakwah tidak hanya untuk menyiarkan atau mengatasnamakan Islam, kita melakukan dakwah karena kita mengetahui bahwa kita berada di jalan yang benar, sementara banyak saudara-saudara kita yang lain berada dalam jalan yang salah, yang karena ketidak tahuan mereka atau yang tidak tahu mau tahu. Dan juga untuk menyelamatkan saudara-saudara kita yang tidak memiliki kecintaan kepada sesama. Para Da’i meraih tingkat “kegilaan”, dan kegilaan adalah nama lain dari cinta. Semakin besar pula cinta mereka kepada umat manusia yang bersumber dan berdasar dari rasa cinta kepada Tuhan.
Terlebih dahulu Memotivasi diri
Kualitas dari kekuatan dan pengaruh yang tinggi yang terdapat dalam setiap ucapan dan perkataan itulah yang merupakan pokok dari Da’i ilallah. Tetapi seperti yang telah dijelaskan bahwa seseorang harus terlebih dahulu memotivasi dirinya sendiri sebelum momotivasi orang lain.
Jika kita ingin termotivasi, telitilah diri kita sendiri. Perhatikan sejauh mana rencana dan tekad kita untuk mengubah tabiat orang lain dengan tulus ikhlas karena Allah? Seberapa jauh kita mencintai Tuhan? Dan seberapa banyak kita telah menginfaqkan milik kita berupa harta dll demi untuk mengkhidmati Tuhan? Seberapa jauh kita telah mencari Tuhan dan menentukan pilihan-pilihan dalam hidup kita selaras dengan keinginan dan kehendak Tuhan. Ini adalah cara ilmiah untuk menilai diri kita.
Meneladani Rasulullah saw
Ini adalah satu-satunya jalan untuk berhasil menjadi Da’i dan tampil sebagai Da’i yang berhasil. Yang bilamana seseorang da sungguh-sunggh tergerak, termotivasi dan mengikuti contoh-contoh dari Muhammad Musthofa saw.
Memenangkan wilayah Hati
Bila seseorang berhasil , maka niat dan motivasinyalah yang menentukannya. Seorang Da’i yang hakiki adalah yang memenangkan wilayah hati, jiwa dan pikiran yang diubah dan diajak untuk menuju dan mencintai Tuhan.
Orang yang tergerak melalui cara demikian maka orang tersebut akan berubah menjadi orang yang mencintai tuhan. Tuhan akan Nampak pada mereka dan mereka akan merasakan Tuhan disekelilingnya dan akan merasakan bahwa Tuhan bekerja melalui mereka. Inilah yang dimaksud dengan Da’i yang mencetak Da’i-Da’i lainnya (Da’i baru)
Jadi niat-niat lain tidak mungkin akan menghasilkan fenomena seperti itu. Namun bila didasarkan lillahi taala, maka hal ini akan terbukti benar adanya. Persis seperti itulah Rasulullah saw mencapai keberhasilan demi keberhasilan, dan ganjaran yang diperoleh dari Tuhan tercermin dari ayat:
Muhammad rasul Allah dan orang-orang yang besertanya sangat tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi amat kasih sayang diantara mereka, engkau melihat mereka rukuk, sujud, mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya.” (QS Al fath:30)
Yakni  Muhammad saw dan beserta siapa-siapa yang hidup bersamanya, maka sifat dan sikap mereka adalah mengikuti akhlak Muhammad musthofa saw.
Jadi beliau saw menciptakan banyak “Muhammad”, dalam makna bahwa orang-orang itu begitu dalam terpengaruh oleh akhlak Muhammad saw dan sebagai hasilnya mereka begitu larut dalam kecintaan kepada Rasulullah saw sebagaimana mereka larut dalam kecintaan kepada Allah. Mereka itulah orang-orang yang hidup bersama Rasulullah saw, memperoleh berkat-berkat dari wujud suci Rasulullah saw dan bekerja bahu membahu bersama Rasulullah saw.
Da’i ilallah yang memiliki niat yang benar akan melahirkan banyak Da’i-Da’i hakiki, dan hal ini akan terjadi terus, akan berlanjut berkesinambungan selama motivasi mereka itu tetap motivasi yang benar.
Niat dan Sifat Akan Terwariskan
Bila terlintas ada niat-niat buruk dalam perbuatan-perbuatan kita, dalam cita-cita kita, dalam upaya dakwah kita, maka semua kekurangan atau cacat dalam niat-niat kita secara otomatis akan terwariskan kepada embrio. Yang dimaksud embrio adalah kelahiran rohani baru dari usaha dakwah kita.
Sebagaimana cacat seorang ibu atau orang tua akan diturunkan kepada anak-anaknya, maka hal serupa bisa terjadi kepada hasil kerja dakwah ilallah kita. Berhati-hatilah, macam manusia bagaimanakah yang akan kita ciptakan melalui kegiatan dakwah ilallah kita. Alquran suci telah mengingatkan kita:
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah; dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang didahulukan untuk hari esok”.
Kebanyakan pemahaman ayat diatas hanya ditujukan kepada lembaga perkawinan saja. Hal demikan tidak tepat! Hal ini bisa juga diterapkan pada semua situasi terlebih lagi terhadap dakwah ilallah.
Alquran suci mengingatkan bahwa  kapanpun kita menciptakan muslim-muslim baru, ingatlah bahwa dalam penciptaan ini akan terwariskan kepada generasi  yang akan datang. Dan kelahiran ruhani generasi yang baru tersebut akan mewariskan kesan dan sifat-sifat kita. Maka perlu kehati-hatian atas kehidupan generasi dimasa yang akan datang.
Ada juga pengecualian orang yang didakwahi memiliki kualitas yang demikian baiknya bahkan lebih baik daripada sang Da’i tersebut. Dalam kasus ini maka orang yang didakwahi tersebut menolak menerima kelemahan-kelemahan sang Da’i, bahkan ia tumbuh menjadi seorang dengan karakter yang lebih baik.
Takutlah kepada Allah
Jadi berhati-hatilah dengan apa yang kita upayakan, namun kita hanya akan bisa berhati-hati bila kita takut kepada Allah. “yaa ayyuhalladziina aamanuttaqullah…”, itulah ayat Alquran sebagai obat penawar akan hal ini.
Bila kita memiliki takwa barulah kita akan berhati-hati terhadap apa yang akan kita wariskan kepada generasi berikutnya melalui dakwah, dan takwa itu pulalah yang membantu kita untuk meningkatkan kualitas pengkhidmatan kita kepada Tuhan.
Bagaimana niat Dakwah Ilallah
Kita harus memiliki niat atau motivasi yang benar terlebih dahulu. Kita harus mulai mencintai Tuhan, dan kapanpun kita berdakwah, maka berdakwahlah dengan niat karena Allah. Jagalah hubungan dengan-Nya, selalu mengupayakan untuk menarik ridha-Nya. Dan saat berdakwah diiringi dengan merendahkan diri dan bersimpuh di hadapan-Nya dengan mengatakan bahwa saya mengerjakan ini hanya demi Allah dan memohonlah dengan mengatakan:
“ya Allah, jauhkanlah segala kelemahanku ini dan anugerahilah kekuatan kepadaku dan anugerahkanlah kepada hamba-Mu ini seseuatu upaya yang menghasilkan, sebuah hasil yang sehat dan berkualitas, karena hamba tak mau menyajikan buah-buah yang busuk atau buah-buah yan cacat kehadapan-Mu, sehingga hamba malu menyajikan di hadapan Engkau. Maka tolonglah hamba-Mu ini sehingga hamba dapat mempersembahkan buah yang terbaik.”
Dengan cara demikian, secara psikologis proses ini akan membuahkan doa, doa-doa yang menggetarkan hati sehingga kualitas dakwah ilallah pun akan terus meningkat dan hasilnya sedemikian baik. Jika hasilnya sempurna maka tiada seorangpun di dunia ini yang dapat menghentikan penyebaran ketauhidan.
Kenapa tidak berhasil?
Bila hal ini tidak berhasil dengan semestinya di zaman modern ini maka pasti ada sesuatu yang salah pada diri kita.
Bila kita mempunyai motivasi yang benar dan melahirkan orang-orang muwahid (pecinta tauhid) yang senantiasa cinta kepada Tuhan, dan bukan hanya karena keyakinan secara mental saja namun berdasarkan kecintaan kepada Tuhan, maka mereka mulai melihat bahwa Tuhan berada di pihaknya, melalui kita, melalui bantuan kita. Bila kita mengalami semua ini maka mustahil mereka tidak menyampaikan dakwah ilallah ini kepada saudara-sudaranya yang lain.
Beberapa kendala memang pasti ada, seperti keadaan masyarakat sekarang yang sudah dipenuhi dengan kehidupan materialisme. Dan cara menangulanginya hanyalah bahwa kita harus melompat lebih tinggi lagi. Hanya itulah jawabannya.
Cukupkah Argumentasi logika
Memberikan materi dakwah dengan cara apapun yang secara logika atau dalil-dalil mungkin saja begitu meyakinkan, namun hasilnya tidak cukup, kenapa? Karena mereka yang jatuh ke dalam penyakit materialisme tak tercukupkan hanya dengan argumentasi logika saja. Hati merekalah yang menjadi penyebab utamanya. Kita harus merubah kecenderungan hati mereka kearah Tuhan melalui motivasi dan niat suci kita, niat yang berakar kepada kecintaan kepada Tuhan.
Isilah dengan ruh yang benar
Perbaikilah kualitas kehidupan kita dan orang-orang yang ada di sekitar kita, teruslah mengisi mereka dengan ruh-ruh yang benar.tularkanlah apa yang kita rasakan, getaran-getaran kita haruslah disampaikan kepada mereka. Yaitu getaran yang berisi amanat-amanat kecintaan kepada Tuhan, dan hal ini bisa diwujudkan berupa kecintaan kepada sesame manusia.
Raih dan jaga kecintaan kepada Tuhan
Sejak saat ini kita harulah memulai mencoba dengan sugguh-sunguh bahwa kecintaan kepada Tuhan berakar kuat dalam hati kita. Bila ini terjadi, peliharalah dan jagalah hal itu dengan sebaik-baiknya. Lihatlah bahwa hal tersebut akan berubah menjadi suatu kekuatan, dan hal ini tidak mungkin terjadi dalam satu malam, namun perlu waktu tentunya.
Semoga Allah menolong kita, semoga kita bisa kembali kepada Tuhan secara memuaskan, dan memberikan yang terbaik dan merubah dunia untuk-Nya. Semoga allah memberkati dan menolong kita meraih tujuan yang mulia ini, amin.
Sumber Gambar: http://hisham-khilafah03031924.blogspot.com/2009/12/hakikat-dakwah-islam.html