Monday, 23 July 2012

KETAKWAAN


Dalam Kitab Suci Al-Quran, lebih banyak penekanan pada kesalehan dan
ketakwaan daripada perintah-perintah lainnya. Dasar pertimbangannya adalah
karena ketakwaan memberi kekuatan untuk menolak kejahatan dan
mendorong manusia ke arah yang serba baik. Ketakwaan dalam segala hal
merupakan jimat yang menjamin keamanan dan sebagai benteng untuk
menjaga serangan segala keburukan.
Seorang yang bertakwa akan bisa menghindari segala pemikiran yang sia-sia
dan berbahaya yang akan membawa kebinasaan bagi manusia. Pemikiran
berbahaya demikian hanya akan menebarkan benih perpecahan di antara
manusia akibat dari tindakan yang tergesa-gesa, rasa kecurigaan dan membuka
diri mereka terhadap kecaman orang. (Ayyamus Sulh, Qadian, Ziaul Islam
Press, 1899; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 14, hal. 342,
London, 1984).


Unsur-unsur ketakwaan
Banyak sekali yang bisa menjadi unsur-unsur daripada ketakwaan. Termasuk
dalam laku takwa jika seseorang bisa menghindari keangkuhan dan
kemegahan diri serta menahan diri dari menguasai hak orang lain secara
semena-mena atau juga berperilaku buruk. Seseorang yang sopan dan
berperilaku baik akan dapat mengubah musuhnya menjadi sahabatnya.
(Malfuzat, vol. I, hal. 81).
.........................................................................................................................


Berberkatlah ia yang berlaku takwa pada saat sedang makmur dan berjaya, dan
alangkah sialnya ia yang tidak beralih pada ketakwaan setelah pernah
tergelincir. (Malfuzat, vol. I, hal. 157).
..........................................................................................................................


Keindahan ruhaniah seseorang adalah menapak mengikuti jalan-jalan hikmah
ketakwaan. Semuanya itu merupakan ciri-ciri menarik dari keindahan
ruhaniah. Guna menyempurnakan keindahan ruhaniah, jelas bahwa manusia
harus menjaga amanah Ilahi dan memenuhi semua ketentuan agama,
memanfaatkan semua fitrat dan anggota tubuhnya yang nyata seperti mata,
telinga, tangan, kaki dan lain-lainnya, serta juga fitrat yang bersifat tidak kasat
mata seperti kemampuan berfikir dan lain-lainnya, secara patut, disamping itu
menahan diri dari laku yang tidak pantas atau pun ajakan halus kepada dosa
serta memperhatikan hak sesama mahluk.

Allah s.w.t. dalam Al-Quran menyatakan ketakwaan sebagai suatu bentuk
pakaian dengan istilah Libasut Taqwa <<<Surat Al-Araf:27>>  (pakaian ketakwaan). Hal ini menjadi
indikasi bahwa keindahan ruhani dan jubah keruhanian diperoleh melalui laku
takwa. Ketakwaan mengandung arti bahwa manusia harus selalu memperhatikan
sejauh mungkin hal-hal yang paling kecil sekalipun dari amanah dan
perjanjian Ilahi disamping amanah dan perjanjian dengan sesama mahluk.
Dengan kata lain, manusia harus mencoba memenuhi sejauh kemampuan
pribadinya, semua persyaratan secara mendetil. (Brahini Ahmadiyah, bag. V,
sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 209-210).
..................................................................................................................


Ketakwaan hakiki dan kebodohan tidak mungkin eksis bersamaan. Ketakwaan
hakiki selalu diikuti nur sebagaimana firman Allah s.w.t.:
‘Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan bagimu suatu pembeda’ (S.8 Al-Anfal:30).
..........................................................................................................................


Serta ayat yang menyatakan:
‘Dan akan mengadakan bagimu cahaya yang di dalamnya kamu
akan berjalan’ (S.57 Al-Hadid:29).

Maksud ayat-ayat tersebut ialah: Wahai kalian para mukminin, jika kalian
bersiteguh dalam ketakwaan dan berpegang padanya semata-mata karena
Allah s.w.t., maka Dia akan membedakan kalian secara nyata dari para
pengecam kalian. Kalian akan diberkati dengan nur yang akan mengikuti
kemana pun kalian melangkah.

Nur cahaya tersebut akan mencerahkan segala tindakan, bicara, fitrat dan
indera mereka. Kemampuan nalar mereka akan memperoleh pencerahan dan
dalam setiap kata yang mereka ucapkan akan tersirat nur cahaya. Akan terlihat
nur di mata mereka, di telinga mereka, di lidah mereka, dalam pembicaraan
mereka serta dalam setiap gerakan mereka. Jalan yang mereka lalui akan
diterangi dengan nur petunjuk. Segala kebiasaan, fitrat maupun indera mereka
akan dipenuhi dengan nur dan mereka berjalan di dalam terang nur cahaya.
(Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak
dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 177-178, London, 1984).
.........................................................................................................................








No comments:

Post a Comment