Tuesday, 24 July 2012
KESOMBONGAN MASYARAKAT MATERIALISTIS DAN TUJUAN AKHIRNYA
Islam menangani masalah di atas dengan cara yang sama. Pertama,
akan saya uraikan mengenai suatu masyarakat yang menurut Al-Quran
bersifat non-Islam.
Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan
pengisi waktu dan perhiasan dan sumber untuk menyombongkan diri
di antara kamu dan sumber persaingan dalam melipatgandakan harta
benda dan anak. Kehidupan ini laksana hujan, tanaman yang
ditumbuhkan olehnya sangat mengagumkan para penanamnya.
Kemudian tanaman itu menjadi kering dan engkau melihat tanaman
itu menjadi kuning; kemudian tanaman itu menjadi tunggul jerami tak
berharga. Dan di akhirat ada azab sangat keras bagi si jahat dan juga
ada ampunan dari Allah dan keridhaanNya bagi mereka yang
bertakwa. Dan tidak lain kehidupan di dunia ini melainkan
kesenangan sementara yang menipu. (S.57 Al-Hadid : 21)
Begitu pula mengenai kesombongan atau keangkuhan kehidupan
materialistis, Al-Quran menyatakan:
Dan mengenai orang-orang kafir, amal mereka adalah bagaikan
fatamorgana di padang pasir. Orang yang dahaga menyangka air
sehingga apabila ia datang kepadanya, ia tidak mendapatkannya apaapa.
Dan ia dapati dekat kepadanya Allah yang membayar penuh
perhitungannya dan Allah sangat cepat dalam perhitungan. (S.24 An-
Nur : 40)
Al-Quran menggambarkan kehidupan materialistis sebagai fatamorgana
yang bergerak menjauh menggoda seorang yang kehausan sehingga
ia kelelahan mengejarnya. Saat itulah ia memperoleh hukumannya. Ia
disadarkan bahwa apa yang dikejarnya selama ini adalah kekosongan.
Tiba-tiba fatamorgana itu berhenti menjauh memberikan kesempatan
kepadanya untuk mendekat tetapi hanya untuk menyadarkannya lebih
jauh akan makna kekosongan yang selama ini dikejarnya. Itulah hukuman
yang diberikan kepada mereka yang mengejar kesombongan hidup dan
menurut Al-Quran itu jugalah akhir dari masyarakat yang berpola hidup
demikian.
Sebaliknya daripada itu, agama mengajarkan suatu ideologi yang
menyatakan bahwa hidup di dunia ini bukan segala-galanya dan bahwa
masih ada kehidupan lain setelahnya.
Kalau kita di dunia ini tidak mati secara permanen melainkan
dilanjutkan dalam kehidupan berbentuk lain sebagaimana diajarkan Islam
dan banyak agama lainnya; bila kehidupan di dunia ini tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan akhirat dan jika kedua bentuk kehidupan itu
harus dipahami sebagai suatu kesinambungan satu dengan lainnya maka
tentunya sangat tidak bijaksana untuk mengabaikan peran pengaruh sosial
terhadap seseorang di bumi ini. Pengaruh-pengaruh jahat, immoral dan
tidak sehat pasti melahirkan jiwa yang tidak sehat juga bagi kehidupan di
akhirat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment