Thursday, 19 July 2012

part 6: PERLUNYA PERMUSYAWARATAN BERSAMA


Substansi demokrasi secara tegas dibahas dalam Al-Quran dan sepanjang
berkaitan dengan tuntunan bagi umat Muslim, walaupun sistem kerajaan tidak juga
ditolak, sistem demokrasilah yang lebih disukai dibanding sistem pemerintahan
lainnya. Menguraikan bagaimana seharusnya masyarakat Islam, Al-Quran
menyatakan:

Apa jua pun yang telah diberikan kepadamu hanyalah perbekalan
sementara untuk kehidupan ini, tetapi apa yang ada di sisi Allah
adalah lebih baik dan lebih kekal bagi mereka yang beriman dan

bertawakal kepada Tuhan mereka. Dan mereka yang menjauhi dosadosa
lebih besar dan kekejian-kekejian, dan apabila mereka marah,
mereka memberi ampun. Dan orang-orang yang mematuhi seruan
Tuhan mereka dan mendirikan sembahyang, dan yang urusan
mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka dan
mereka yang membelanjakan apa yang telah Kami rezekikan kepada
mereka. Dan mereka yang apabila suatu keaniayaan telah dilakukan
terhadap mereka, membela diri. (S.42 Asy-Syura: 37 - 40)

Kata-kata Arab AMRUHUM SHUURA BAINAHUM (urusan mereka
diputuskan dengan musyawarah di antara mereka) berkaitan dengan kehidupan
politis masyarakat Muslim, jelas mengindikasikan bahwa dalam masalah
pemerintahan, keputusan-keputusan harus diambil secara musyawarah. Hal ini
mengingatkan pada bagian pertama dari definisi tentang demokrasi yaitu
pemerintahan dari rakyat. Keinginan bersama dari rakyat menjadi peraturan
legislatif melalui musyawarah.

Bagian kedua dari definisi demokrasi menyangkut oleh rakyat. Hal ini
dijelaskan dalam ayat:

Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan
amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya . . . (S.4 An-
Nisa: 59)

Berarti bahwa kapan saja kita menyatakan keinginan untuk memilih penguasa
di atas kita, selalu tempatkan kepercayaan pada orang yang tepat.
Hak rakyat untuk memilih penguasanya disinggung juga tetapi secara
insidentil. Tekanan utamanya adalah pada bagaimana seseorang melaksanakan
haknya itu. Umat Muslim diingatkan bahwa bukan hanya masalah melaksanakan
hak mereka dengan cara bagaimana, yang harus diperhatikan adalah amanat
nasional. Dalam masalah pengembanan amanat, seseorang tidak mempunyai
banyak pilihan. Kita harus melaksanakan amanah itu dengan kejujuran, integritas
dan semangat tidak mementingkan diri sendiri. Amanah harus berada pada mereka
yang berhak.

Banyak ilmiahwan Muslim mengutip ayat di atas sebagai penyokong sistem dan
teori demokrasi seperti yang dipahami dalam filsafat politik Barat, sedangkan
sebenarnya hal itu baru sebagian benar.

Sistem musyawarah sebagaimana dikemukakan Al-Quran tidak memberikan
tempat bagi partai-partai politik dari demokrasi Barat kontemporer. Tidak juga
memberikan kesempatan kepada gaya dan semangat perdebatan politik dalam
parlemen dan majelis perwakilan yang dipilih secara demokratis. Perlu dicatat
bahwa berkaitan dengan bagian kedua dari definisi demokrasi, menurut konsep

permusyawaratan ini, hak memilih adalah mutlak milik pemilih tanpa boleh ada
persyaratan yang mencampuri hak tersebut.

Berdasarkan norma-norma demokrasi yang sekarang berjalan, si pemilih boleh
saja memberikan suaranya kepada sebuah boneka atau meremas atau membuang
kertas tanda pilihnya ke kotak sampah dan bukan ke kotak suara. Yang
bersangkutan tidak bisa ditegur atau disalahkan sebagai telah merusak suatu
prinsip demokrasi.

Adapun menurut definisi Al-Quran, seorang pemilih bukanlah penguasa mutlak
hak suaranya melainkan sebagai pengemban amanat. Sebagai pengemban ia harus
melaksanakan amanatnya secara adil dan tegas dimana dan kepada siapa yang
berhak. Ia harus selalu awas dan menyadari bahwa ia akan mempertanggungjawabkan
tindakannya itu kepada Tuhan-nya. Dalam pandangan konsep
Islam demikian, kalau suatu partai politik telah menominasikan seorang calon
sedangkan seorang anggota partai itu menganggap calon bersangkutan akan gagal
mengemban amanat nasional, maka anggota tersebut sebaiknya keluar dari
partainya daripada memberikan suaranya kepada seseorang yang tidak seharusnya
diberi kepercayaan. Kesetiaan kepada partai tidak boleh mempengaruhi pilihannya
itu.

Jadi sebagai pengulangan, amanat harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Karena itu semua pemilih harus berpartisipasi penuh melaksanakan hak pilihnya
di dalam suatu pemilihan umum, kecuali ia memang berhalangan. Kalau tidak,
maka yang bersangkutan dianggap gagal mengemban amanatnya sendiri. Dalam
konsep demokrasi menurut Islam tidak ada tempat untuk absenteeisme atau
menahan diri tidak memilih (golput?) sebagaimana terjadi di Amerika Serikat
dimana hampir separuh pemilih tidak menggunakan hak pilihnya.


No comments:

Post a Comment