Monday, 23 July 2012
Bentuk-bentuk ketakaburan
Sesungguhnya mudah bagi seseorang meninggalkan dosa-dosa besar, namun
ada beberapa dosa yang bersifat halus dan tersembunyi sehingga tidak disadari
seseorang, atau kalau pun yang bersangkutan menyadarinya tetap saja sulit
baginya untuk membuangnya. Sebagai contoh, demam typhus yang
merupakan penyakit berat yang diikuti demam tinggi, bisa segera diobati
dengan obat yang tepat, tetapi tuberkulosa yang bekerja diam-diam tak
terlihat malah lebih sulit pengobatannya.
Begitu juga dengan dosa-dosa halus yang tersembunyi dengan akibat manusia
bersangkutan tidak bisa mencapai derajat keruhanian yang luhur. Bentuknya
adalah dosa-dosa akhlak yang menimbulkan gangguan dalam kehidupan
sosial. Perbedaan sedikit saja dalam status sosial telah menimbulkan
kedengkian, kebencian, kecemburuan, kemunafikan dan ketakaburan dimana
seseorang lalu memandang rendah saudaranya. Kalau ada seseorang yang
melakukan shalat secara patut selama beberapa hari dan orang-orang
memujinya karena itu, ia lalu menjadi korban kesombongan dan rasa harga
diri tinggi sehingga kehilangan ketulusan yang sebenarnya menjadi tujuan
pokok daripada peribadatan.
Jika Allah s.w.t. mengaruniakan kekayaan, pengetahuan, status sosial yang
tinggi atau kehormatan, orang cenderung mulai memandang rendah
saudaranya yang lain yang tidak memperoleh karunia tersebut. Bila karena
sifat keras kepala atau rasa permusuhan, hubungan seseorang dengan
saudaranya menjadi buruk, biasanya ia cenderung menyibukkan dirinya siang
dan malam mencari-cari kesalahan saudaranya atau mengadukannya kepada
yang berwenang dengan cerita kelemahan yang dikarang-karang agar ia bisa
menggantikan posisi saudaranya itu, padahal ia sendiri yang mempunyai
kelemahan dimaksud.
Semua itu merupakan dosa-dosa tersembunyi yang sulit dibuang. Sifat takabur
termasuk di dalamnya dan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Para
ulama menderita penyakit ini berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Mereka menyibukkan diri sepanjang waktu mencari-cari kesalahan satu sama
lain di bidang intelektual dengan tujuan mempermalukan dan merendahkan
yang lainnya. Sulit sekali mengenyahkan dosa-dosa halus seperti itu padahal
termasuk dosa yang tidak diampuni menurut kaidah Ilahi.
Tidak hanya manusia awam yang terjangkiti dosa ini, karena juga terdapat
pada orang-orang yang biasa menghindari dosa-dosa umum serta dipandang
sebagai ulama, cendekiawan atau mereka yang berderajat tinggi. Kelepasan
dari dosa-dosa tersembunyi tersebut samanya seperti mengalami sejenis
kematian. Sampai seseorang lepas dari kegelapan dosa demikian maka ia tidak
akan pernah mencapai kesucian nurani dan menjadi pewaris dari segala
anugrah dan keluhuran yang dikaruniakan Allah s.w.t. kepada mereka yang
telah disucikan kalbunya.
Beberapa orang menganggap dirinya telah lepas dari keburukan akhlak
demikian, tetapi ketika mereka bertemu dengan orang lainnya, langsung saja
mereka tergugah dan tidak mampu menekan perasaan memandang diri lebih
serta ketakaburan mereka dengan memperlihatkan manifestasi akhlak rendah
yang mereka kira telah mereka tinggalkan. Pada saat seperti itulah akan
terlihat bahwa mereka sebenarnya belum lepas dari dosa-dosa dimaksud dan
belum memperoleh kemaslahatan serta masih jauh dari tingkat kesucian kalbu
yang menjadi ciri dari orang-orang muttaqi.
Semua ini menunjukkan bahwa kesucian akhlak adalah suatu hal yang sangat
sulit dicapai dan tak mungkin diperoleh tanpa rahmat Allah s.w.t. Rahmat
demikian bisa diperoleh dengan tiga cara sebagaimana disebutkan di muka
yaitu, pertama, berusaha dan berencana, kedua, shalat dan berdoa dan ketiga,
memelihara silaturrahmi dengan seorang yang muttaqi. (Khutbah-khutbah,
hal. 17-18).
* * *
Sifat takabur adalah penyakit yang selalu menjangkiti manusia. Ingatlah selalu
bahwa sifat takabur itu berasal dari Syaitan dan merubah seorang yang
takabur menjadi Iblis. Sampai seseorang berpaling menjauh sepenuhnya dari
jalan ketakaburan, maka ia tidak akan mungkin menerima kebenaran dan
belum akan berhak menerima rahmat Ilahi karena ketakaburan tersebut
menjadi penghalangnya. Karena itu jauhilah segala bentuk ketakaburan,
apakah yang ditimbulkan oleh tingkat pendidikan, kekayaan, status sosial,
kasta, keluarga atau pun keturunan bangsawan. Semua itu menjadi faktor yang
melahirkan ketakaburan.
Sampai seseorang mensucikan dirinya dari segala kesombongan maka ia tidak
akan pernah mendapat keridhoan Ilahi atau menjadi seorang pilihan Tuhan.
Ia tidak akan mendapat pemahaman Ilahi yang hakiki yang akan memunahkan
segala nafsu dirinya. Kesombongan seperti itu sesungguhnya merupakan
karakteristik Syaitan dan amat tidak disukai Allah s.w.t. Adalah Iblis yang
memanifestasikan kesombongan seperti itu karena merasa dirinya lebih baik
dari Adam dengan menyatakan:
‘Aku lebih baik daripada dia. Engkau telah menciptakan daku dari api dan
dia telah Engkau ciptakan dari tanah liat’ (S.38 Shad:77).
Akibatnya karena itu maka Iblis ditolak dan diusir dari hadirat Allah s.w.t.
(Khutbah-khutbah, hal. 19).
Ketakaburan dan kejahatan adalah dosa. Sedikit saja kesalahan mungkin akan
menghancurkan segala kebaikan yang telah dibina selama lebih dari tujuh
puluh tahun. Ada ditulis dalam riwayat tentang seorang suci yang bermukim
di sebuah gunung dimana sudah lama sekali tidak pernah turun hujan. Suatu
hari turun hujan yang juga menimpa tanah padas dan batu karang. Ia merasa
bahwa hujan itu sebenarnya dibutuhkan oleh ladang dan kebun sehingga yang
jatuh di tanah bebatuan jadinya dianggap mubazir atau sia-sia adanya. Akan
jauh lebih besar kemaslahatannya jika hujan itu jatuh di atas tanah pertanian.
Akibatnya Allah yang Maha Kuasa mencabut semua tanda-tanda kesuciannya.
Ia menjadi demikian bersedih hati dan mencari pertolongan kepada seorang
suci lainnya yang mengatakan kepadanya bahwa ia telah melukai hati Tuhan
dengan kritikannya tersebut. (Malfuzat, vol. VI, hal. 57).
* * *
Sifat takabur itu terdiri dari beberapa jenis. Terkadang ketakaburan itu
muncul di mata ketika seseorang melihat saudaranya dengan pandangan
merendahkan dan merasa dirinya lebih unggul. Terkadang muncul lewat lidah,
kepala, tangan atau kaki. Pendek kata, banyak sekali sumber ketakaburan dan
sebagai mukminin kalian harus menghindari semuanya. Ia harus berhati-hati
agar tidak ada satu pun dari anggota tubuhnya yang berbau ketakaburan
dengan cara apa pun.
Kaum Sufi menyatakan bahwa banyak sekali jenis akhlak rendah di dalam diri
tiap manusia, laiknya ruh kejahatan. Semuanya itu bisa dienyahkan satu per
satu, sampai tinggal satu yang terakhir yaitu ketakaburan. Adapun
ketakaburan hanya mungkin dienyahkan dengan rahmat Ilahi yang diperoleh
melalui upaya peribadatan yang tulus disertai banyak berdoa.
Banyak orang yang merasa telah merendahkan diri tetapi tetap saja masih
mengidap ketakaburan. Karena itu, hindarilah ketakaburan dalam bentuknya
yang paling halus sekali pun yang terkadang dilantarankan oleh kekayaan yang
dimiliki. Terkadang mereka yang kaya menganggap orang-orang yang tidak
bisa mengimbanginya sebagai para kedekut atau kikir. Terkadang pula
ketakaburan ditimbulkan oleh garis keturunan dan kasta dimana seseorang
menganggap rendah orang lain yang kastanya lebih rendah. Bisa jadi
ketakaburan ditimbulkan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki. Ada seseorang
yang salah mengucapkan suatu kata dan kesempatan ini langsung disambar
seorang yang takabur yang berteriak bahwa orang itu tidak bisa mengucapkan
apa pun secara benar.
Pendek kata, banyak sekali jenis ketakaburan dan semuanya itu mengkaliskan
seseorang dari kesalehan yang menghalangi laku maslahatnya kepada sesama
mahluk lainnya. Semua itu harus dihindari. Namun hal ini membutuhkan
sejenis kematian atau maut. Sepanjang yang bersangkutan tidak mau
menerima maut seperti itu maka rahmat Ilahi tidak akan turun di atas dirinya
dan Tuhan pun tidak mau bertanggungjawab atas dirinya itu. (Malfuzat, vol.
VI, hal. 401-403).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment